HTML

HTML

Senin, 06 Juni 2022

Sidang Pengujian Pasal 173 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu Digelar Mahkamah Konstitusi



JAKARTA, MHI -  Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang uji Pasal 173 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) yang diajukan oleh Partai Rakyat Adil Makmur (Prima). Sidang kedua Perkara Nomor 57/PUU-XX/2022 tersebut dipimpin oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Suhartoyo pada Senin (6/6/2022) di Ruang Sidang Panel MK.

Melalui Togu Van Basten selaku salah satu kuasa hukum menyampaikan poin perbaikan permohonan, di antaranya menyempurnakan bagian kewenangan MK dengan menambahkan UU 12/2011 yang memuat kewenangan MK; melakukan perbaikan mengenai kewenangan ketua umum dan sekretaris partai; mempertegas kerugian konstitusional Pemohon yang sangat dirugikan dengan berlakunya norma a quo. Sebab, sambungnya, atas berlakunya norma tersebut Pemohon berpotensi mendapatkan perlakuan berbeda dibandingkan partai politik yang telah lolos seleksi pada pemilu sebelumnya. Selanjutnya pada bagian pokok permohonan, Pemohon juga menambahkan penjelasan permohonan tidak nebis en idem.

“Berikutnya pada alasan permohonan, Pemohon menyatakan seleksi admisitrasi telah cukup memenuhi syarat untuk mengikuti pemilihan pada masa berikutnya. Apabila pemaksaan berlebihan terhadap partai politik ini dilakukan, maka yang terjadi justru pengulangan sejarah dengan hakikat kekuasaan yang otoriter. Hal ini menutup unsur bagi pihak lain untuk andil dalam kehidupan bernegara. Maka dari 14 yang lolos seleksi faktual, semuanya lolos. Jadi hal ini menunjukkan validitas administrasi negara demikian sudah cukup,” jelas Togu yang menghadiri sidang secara daring. 

Partai Rakyat Adil Makmur Persoalkan Konstitusionalitas Aturan Verifikasi Parpol




Untuk diketahui, menurut Pemohon ketentuan verifikasi faktual yang dibebankan pada partai politik nonparlemen untuk memenuhi tahapan verifikasi partai politik peserta kompetisi Pemilu 2024 tersebut tidak adil. Sebab, partai politik yang telah lolos ambang batas perolehan suara minimal partai politik (parliamentary threshold) pada Pemilu 2019 lalu merupakan partai yang telah mapan dan relatif lebih unggul dalam kekuatan struktur, infrastruktur, dan finansial dibandingkan partai nonparlemen termasuk Partai Rakyat Adil Makmur. Perlakuan istimewa ini menurut Pemohon memiliki konsekuensi pada adanya perbedaan kesiapan masing-masing partai politik. Oleh karenanya, penetapan verifikasi partai politik secara faktual tidak lagi relevan serta untuk menjamin kepesertaan partai politik dalam pemilu yang diamanatkan Pasal 22E ayat (3) UUD 1945.

Atas dasar tersebut, cukup jelas alasan bagi Mahkamah untuk meninjau dan memperbaiki dengan menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi sepanjang tidak dimaknai ‘Partai politik peserta pemilu merupakan partai politik berbadan hukum dan telah lolos verifikasi administrasi oleh KPU’. Untuk itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah untuk meninjau dan memperbaikinya dengan menyatakan Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi, sepanjang tidak dimaknai “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan Partai Politik berbadan hukum dan telah lolos verifikasi administrasi oleh KPU.”

(SP/Lulu/NJH/IR) MHI


Sumber : Humas MK

Minggu, 05 Juni 2022

Kasus Dugaan Suap Perizinan, KPK Brongsong Eks Walikota Yogyakarta Haryadi Suyuti Beserta Konco-konconya



JAKARTA, MHI -  Komisi Pemberantasan Korupsi melakukan kegiatan tangkap tangan pada 3 Juni 2022, atas dugaan Tindak Pidana Korupsi berupa suap pengurusan perizinan di wilayah Pemerintah Kota Yogyakarta, (04/06/2022).

KPK selanjutnya menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu HS Walikota Yogyakarta periode 2017 s.d 2022; NWH Kepala Dinas Penanaman Modal dan PTSP; TBY Sekretaris Pribadi merangkap ajudan HS, serta ON selaku Vice President Real Estate PT SA Tbk.

Perkara ini diduga bermula dari penyerahan sejumlah uang secara bertahap dari ON kepada HS melalui TBY dan juga untuk NWH terkait pengajuan IMB pembangunan apartemen. Hingga tertangkap tangan oleh KPK pada Rabu (2/6) dengan diamankan uang sekitar USD 27.258 ribu.

Atas perbuatannya, ON sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan HS, NWH, TBY sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.



KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada para Tersangka selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 3 s.d 22 Juni 2022. Tersangka HS di Rutan KPK pada gedung Merah Putih, NWH di Rutan Polres Jakarta Pusat, TBY di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur, dan ON ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1.

Perizinan menjadi salah satu modus korupsi tertinggi yang ditangani KPK. Oleh karenanya KPK melalui STRANAS PK terus melakukan aksi pembenahan sistemik pada tata perzinan dan tata niaga, serta melalui Monitoring Centre for Prevention (MCP) pada Unit Koordinasi dan Supervisi. KPK terus mendorong agar tahapan dan mekanisme perizinan menjadi lebih transparan dan sederhana.

(AF) MHI


Sumber : Humas KPK



Gelar Balap Formula E di Jakarta, Presiden : 'Kalau Bisa Setiap Minggu Ada Terus Akan Lebih Baik, Itu Bentuk Dukungan'



JAKARTA, MHI - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyaksikan secara langsung gelaran balap Formula E yang digelar di Sirkuit Formula E, Jakarta, Sabtu (04/06/2022). Presiden Jokowi bersyukur ajang balap mobil listrik tersebut berjalan dengan baik dan menilainya sebagai ajang dan tontonan masa depan.

“Alhamdulillah semuanya berjalan dengan lancar dan baik. Saya kira ini event masa depan karena kita tahu nanti akan ada pergeseran dari mobil yang sekarang ke banyak nanti pemakai mobil listrik, sehingga ini menjadi sebuah tontonan yang ke depan menurut saya akan makin digemari,” ujar Presiden dalam keterangannya selepas acara.

Kepala Negara juga memandang bahwa ajang balap tersebut juga bagus untuk Indonesia terutama karena ke depannya Indonesia akan membangun ekosistem kendaraan listrik. Mulai dari nikel sebagai bahan mentahnya, smelter, industri litium baterai, hingga mobil listriknya.

“Saya kira ini teknologi yang dipertontonkan di Formula E ini akan juga mendukung ke arah sana. Semua akan menuju ke ramah lingkungan,” imbuhnya.

Presiden juga menyatakan akan mendukung semua bentuk dan upaya yang baik bagi Indonesia, termasuk soal adanya wacana balapan Formula E di Jakarta digelar dalam dua seri seperti di sejumlah negara lain. Menurut Presiden, pemerintah pusat turut memberikan dukungan dalam berbagai bentuk.

“Saya kira mulai dari pembangunan sirkuitnya, saya juga turun untuk melihat kesiapan, kemudian juga semua yang berkaitan dengan barang-barang masuk, bea cukai di Kementerian Keuangan, kemudian Menparekraf juga saya kira izin-izin semuanya dikeluarkan, itu bentuk dukungan,” jelasnya.

Presiden Jokowi pun berharap ke depannya akan lebih banyak lagi penyelenggaraan ajang kompetisi balap serupa Formula E.

“Ya lebih baik, semua sirkuit lebih banyak event-nya akan makin produktif dan baik. Kalau bisa setiap minggu ada terus akan lebih baik. Setiap tahun 10 kali, 15 kali akan lebih baik,” tandasnya.



Sebelumnya, Presiden Joko Widodo turut menyerahkan trofi kepada pemenang balapan bertajuk 2022 Jakarta E-Prix, yakni Mitch Evans. Pembalap asal Selandia Baru yang bertarung untuk tim Jaguar TS Racing tersebut finis di posisi pertama dengan catatan waktu balap 48 menit 28,424 detik.

Sementara itu, pembalap asal Prancis Jean-Eric Vergne dari tim DS TECHEETAH menempati posisi kedua, sedangkan Edoardo Mortara pembalap asal Swiss dari tim ROKiT Venturi Racing menyusul di tempat ketiga. 

(UN/IRF) MHI


Sumber : BPMI

Rabu, 01 Juni 2022

Camat Babelan Undang Warga Tak Tanggung Jawab, APKAN-RI Desak Pj Bupati Bekasi Dani Ramdan Beri Sangsi Tegas



KABUPATEN BEKASI, MHI - Terkait surat undangan yang dua kali di keluarkan oleh Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi atas kesepakatan dengan Ahli Waris dan Aliansi Pemantau Kinerja Aparatur Negara (APKAN-RI) bernomor : RT 04/007/Kec-Pem dan RT 04/349/Kec-Pem yang bersifat penting, tertanggal 14 Maret 2022 dan 30 Mei 2022 tentang permohonan mediasi dan klarifikasi kepemilikan atas tanah Letter C-904 Persil 42 Desa Buni Bakti yang menjadi sengketa menuai kecaman dari para ahli waris dan APKAN-RI yang kecewa terhadap kinerja Camat Babelan, H Khoirudin SE.MM dan Kasi Pemerintahan A Edwin.

Dua Surat undangan yang ditandatangani oleh Camat Babelan melalui Kasi Pemerintahan A Edwin  tersebut tidak hanya di layangkan pada sang ahli waris namun juga para pihak lawan yang mengklaim tanah tersebut termasuk para pihak dari Desa Buni Bakti beserta perangkat baik saat ini menjabat maupun disaat terjadinya transaksi Jual-beli tanah yang belakangan menjadi persoalan, serta pihak dari pengairan (PJT II-Red).

Dalam keterangannya kepada Awak Media, Naselih Bin Naipin yang mewakili para ahli waris lainnya mengatakan bahwa,"Saya datang kemari memenuhi undangan dari bapak Camat, ini undangannya pak (seraya menunjukan surat undangan-Red), terkait mengenai kasus ranah saya yang hilang, mau mediasi katanya...ini kita sudah dua kali si undang, namun ini...pak Camat ini ngundang saya kok Pak Camatnya engga ada, terus yang kaga ada juga Pak Kasi, Pak Edwin namanya," kata Ahli waris saat di konfirmasi di Kantor Kecamatan Babelan (30/Mei/2022).

"Menurut saya ini selaku Instansi Pemerintah ini tindakannya tidak kooperatip pak...dalam menjalankan tugas di dalam melayani masyarakat," jelasnya.

"Saya kecewa betul..kitakan sebagai masyarakat melapor, minta di jembatani untuk mediasi di dalam permasalahan ini, tapi realisasinya belum ada titik temu pak, di tambah Pak Camatnya engga hadir," imbuh Naselih.

"Saya berharap kedepannya Kecamatan Babelan jangan beginilah, karena saya selaku ahli waris sangat kecewa dengan pelayanan seperti ini, saya yang sudah jauh-jauh luangkan waktu memenuhi undangan Pak Camat dan Pak camatnya tidak hadir dan itu tidak hanya satu kali, ini sudah dua kali undangan," ungkapnya.

Naselih Bin Naipin meminta Pemerintah Kabupaten Bekasi, dalam hal ini Pj Bupati Bekasi terlantik Dani Ramdan agar merespon serta menindak tegas terkait kinerja Camat Babelan beserta Kasi Pemnya yang dinilai selain mengecewakan masyarakat juga telah mengabaikan tugas dan kewajibannya selaku Aparat Pemerintah yang memiliki jabatan.

"Tolong Pak Pj yang baru, tolong yang mengundang saya seperti ini tolong di tegor supaya bekerja lebih baik," tukisnya.

Saat di konfirmasi Awak Media, salah satu staff Kecamatan Babelan yang tidak mau di sebutkan namanya mengatakan bahwa, "Pak Camat mungkin ke Pemda dengan Pak Kasi Pemerintahan, saya juga tidak tahu pasti..bang," jawabnya.

Undang Warga Menghilang, "Camat Babelan Pejabat Mbalelo,Tak Bertanggung Jawab !"




Sementara Ahmad Supendi selaku pengurus dari APKAN-RI menegaskan bahwa," Pada perinsipnya saya dengan adanya undangan dari pihak Kecamatan Babelan yang mana untuk Klarifikasi dan Mediasi terkait permasalahan tanah tersebut tentunya kami menyambut baik itikad tersebut, namun pada realitanya justru berbanding terbalik dengan apa yang di harapkan, ditambah dengan Camat Knoirudin dan Kasi Pem, Edwin tidak ada di kantor pada hari dan jam yang sudah mereka tentukan dalam undangan dan hal itupun di lakukan mereka tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada kami," ungkapnya pada Awak Media pada,(01/06/2022).

"Sebagai Pengurus APKAN, saya sangat kecewa dengan Pemerintah Kecamatan Babelan, dikarenakan tidak konsekuen dan bertanggung jawab di dalam mengundang warganya yang sedang memohon kehadiran Pemerintah di tengah rakyatnya yang mengalami permasalahan," tandasnya.

"Kami menilai bahwa apa yang di lakukan oleh Camat Babelan, Khoirudin dan Kasi Pemerintahan A Edwin sama saja lepas tanggung -jawab atau "Tidak Bertanggung-Jawab Atas Pekerjaannya" yang seharusnya mereka lakukan dan terkesan "Melarikan Diri Dari Persoalan" atau "Melarikan Diri Dari Kenyataan" persoalan lain yang muncul akibat ulah mereka (Camat Babelan dan Kasi Pem-Red) dengan mengabaikan Tupoksi mereka dan ironisnya lagi ditandatangani olehnya ssrta dibubuhi stempel Kecanatan Babelan yang selanjutnya mereka tinggalkan begitu saja tanpa basa-basi, tanpa informasi dan tanpa kata-kata,"papar Ahmad Supendi menegaskan.

" Untuk itu kami dari APKAN-RI meminta kepada Pj Bupati terlantik yang baru, Dani Ramdan agar segera menindak tegas para Oknum Pejabat yang melakukan hal yang tidak sepatutnya dan sepantasnya di lakukan oleh mereka yang seharusnya memiliki kapasitas dengan secara tidak langsung telah mencoreng nama baik para ASN yang memangku jabatan di Kabupaten Bekasi, terlebih lagi agar diterapkan sangsi tegas pada para "Oknum Pejabat Mbalelo"itu agar dapat menimbulkan efek jera bagi para Oknum Pejabat lainnya," pungkas Ahmad Supendi.

(Joggie) MHI

Senin, 09 Mei 2022

Kontroversial MoU Dewan Pers Dengan Polri, Rochmatilah : 'Peran MoU Perspektifnya Seperti Apa? Dan Kenapa Hanya Satu Institusi PH!'




BEKASI, MHI - Kemunculan Nota Kesepahaman Dewan Pers dengan Polri yang di tuangkan dalam MoU bernomor : 03/DP/MoU/III/2022 (NK/4/III/2022) menuai berbagai kritik tajam dan pedas dari para Insan Pers, Organisasi Pers, Pemerhati Pers serta Organisasi Perusahaan Pers. Dimana menurut penilaian mereka MoU yang ditandatangani oleh Ketua Dewan Pers Prof.Dr.Ir.Mohammad Nuh DEA dengan Jenderal Polisi Drs.Listyo Sigit Prabowo M.SI selain tidak komprehensif juga kurang mendasar dam kurang ketegasan didalam muatan klausul MoU tersebut, sehingga terkesan membingungkan, mengambang, bias dan tidak fokus serta tidak Ekspansif dalam upaya pembuatan MoU dengan berbagai Institusi Penegak Hukum di Tanah Air dimana kemudian memunculkan berbagai perspektif berbeda di kalangan Insan Pers, Organisasi Pers, Perusahaan Pers dan Pemerhati Pers, (09 Mei 2022). 

MoU yang pada gilirannya menjadi kontroversial tersebut di kemukakan secara gamblang oleh sekertaria SMSI Kabupaten Bekasi, Rochmatilah.SH sebagai CEO dari media teroboshukum.co.id yang akrab di panggil Fajar pada acara Halal bihalal media Pos Keadilan di Griya Padma BlokD3 No.1, Rt 04-Rw 032, Desa Karang Satria, Kecamatan Tambun Utara, Kabupaten Bekasi, pada (07 Mei 2022).

"Apapun jabatan kita, entah kita ini sebagai Pemred, sebagai Redpel atau sebagai Ketua di Orgasisasi Wartawan, kita kembali lagi kepada Tupoksi kita..kita ini seorang Jurnalis..seorang Tukang Tulis yang tidak terlepas daripada Kode Etik, karena pada saat ini banyak disinyalir itu dikriminalisasi kalau saya pelajari hingga pada saat ini Viral tentang Memorandum of Understanding antara Kapolri dengan Dewan Pers," ucapnya.

Lebih lanjut Fajar memaparkan bahwa,"Inisih bagus menurut saya, coma Memorandum of Understanding itukan kesepahaman... artinya ini mohon maaf, kalau dad yang memahami tentang Kesepahaman..ya saya juga ingin masukan juga. Kesepahaman itukan antara boleh dan tidak boleh antara hak, jadi kadang-kadang Polri itu berdalih bahwa setiap Warga Negara Indonesia itu harus diterima laporannya...padahal Profesi kita inikan bukan di Undang-undang yang umum, kita di Undang undang Lex Spesialis kalau menurut saya. Lebih jeli lagi kalau kita mengkritisi..bagaimana Implementasi Polri itu terkait dengan Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kapolri," paparSekertaris SMSI Bekasi Kabupaten.

"Itu peranannya seperti apa itu MoU...MoU itu peranannya seperti apa? Persperktifnya seperti apa?...kalau katanya ini boleh di jalankan atau tidak boleh ini di jalankan...mereka tidak menjalankan juga boleh..nah ini sebagai bagian yang mesti kita sebagai Jurnalis, ini bagian yang harus kita kritisi juga,"ungkap Rochmatilah. seraya sontak di amini pemirsa yang hadir,"Bener..bener!".

Sekertaris SMSI Kabupaten Bekasi menekankan juga bahwa Pihak Kepolisian jangan semena-mena dalam menjatuhkan status pada para Insan Pers yang tengah melakukan kegiatannya di lapangan bila ada permasalahan didalam ruang lingkup Pers, sebab bagaimanapun juga kegiatan Pers telah mendapatkan perlindungan hukum dari Undang-undang Per Nomor 40 Tahun 1999 yang Notabene lebih tinggi dan lebih valid dari peraturan yang di keluarkan oleh Dewan Pers.

"Jadi jangan Polri ini memasukan perkara Pers kedalam pidana umum, dan kita juga harus mengetahui lebih jelas tentang MoU tersebut. Terkait kenapa polisi memasukan hal ini kedalam Pidana Pers ...nah ini baru MoU kepada Polri, bagaimana dengan MoU dengan Kejaksaan, MoU kepada Jaksa Agung, MoU kepada Pengadilan..ini mana?,"tandas Rochmatilah seraya bertanya.

Sekertaris SMSI Kabupaten Bekasi menegaskan bahwa didalam membuat Nota Kesepahaman dalam bentuk MoU yang di buat oleh Dewan Pers dengan Institusi seyogyanya tidak hanya mengarah pada satu Institusi yaitu Kepolisian.Sementara bila menginginkan perlindungan hukum bagi Insan Pers didalam melaksanakan tugas dan kewajibannya seudah tentu harus di buat MoU secara Konprehensif dengan berbagai Lembaga Peradilan atau  Institusi Yudikatif seperti Kejaksaan, Pengadilan termasuk Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dan Komisi Yudisial.

"Kalau bisa Dewan Pers ini membuat MoU itu bukan hanya kepada Polri. Dewan Pers harus membuat MoU kepada Jaksa Agung, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi," tegas Rochmatilah, seraya di iringi tepuk tangan para tamu undangan.




Lanjut Fajar,"Jadi ini sebagai saran saja..sebagai sumbang saran, kalaupun nanti ada yang mau mempertanyakan tentang itu, jadi sebagai pancingan kepada teman-teman bahwa SOP daripada pelaporan tentang pemberitaan itu mestinya ke Dewan Pers dulu (Terkait Kriminalisasi Wartawan Oleh Kepolisian terkait Pemberitaan-Red) setelah di mediasi disana, kita penuhi kesepakatan perjanjiannya...tidak ada lagi pelaporan ke pihak berwajib," jelasnya.

"Tetapi kenyataannya yang ada yang kita lihat, setelah kita selesai di Dewan Pers ternyata ada lagi pelaporan ke pihak Kepolisian, Kejaksaan dan lain sebagainya. Nah ini perlu juga kita kritisi juga ya, karena kita juga harus eksis dalam melaksanakan Undang0undang Profesi kita yaitu Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, nah ini yang harus kita kuatkan lagi..jangan sampai nanti ada lagi teman-teman kita yang di Kriminalisasi" imbuhnya.

Diakhir penyampaiannya Sekertaris SMSI Kabupaten Bekasi menekankan dan menegaskan kembali tenrkait MoU Dewan Pers dengan berbagai Institusi Yudikatif yang berkaitan dengan Kelembagaan Peradilan.

"Sebagai saran dan pendapat dari saya, dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) kita tehaskan bahwa  MoU itu jangan hanya di pihak Polri saja, MoU Dewan Pers harus juga ke Jaksa Agung, harus ke Mahkamah Konstitusi, harus ke Mahkamah Agung," pungkas Sekertaris SMSI Bekasi, Rochmatilah SH CEO teroboshukum.co.id mengakhiri penegasan dan penekanannya dalam pemyampaiannya.

Hadir dalam Acara Halal bihalal Pos Keadilan. Para Pimpinan dan Jajaran Pos Keadilan, Wakil Ketua SMSI Bidang Organisasi, Irwan Awaluddin.SH (CEO mediahukumindonesia.com), Ketua Patriot Garuda Nusantara (PGN) Kabupaten Bekasi, Jajaran Walet Reaksi Cepat (WRC), beberapa Lawyer dari berbagai Lawfirm serta beberapa wartawan dari beberapa perwakilan Media.

(Iwan Joggie) MHI


Sabtu, 07 Mei 2022

Kedepankan Restorative Justice, Polres Labuhanbatu Kembalikan ke Keluarga Kasus 'Ibu Dijebak Anak Kandung Bawa Sabu'



SUMATERA UTARA, MHI - Satres Narkoba Polres Labuhanbatu mengembalikan seorang ibu berinisial PA (Parida Ariani) 51 Tahun kepada keluarganya setelah diamankan hari minggu sore tgl 01 Mei 2022 oleh Pihak LAPAS Kelas IIB Kota Pinang dan Polsek Kota Pinang, (05/05/2022).

Dari serangkaian penyelidikan dan penyidikan serta gelar perkara yang telah dilakukan Sat Narkoba Polres Labuhanbatu dipimpin Kasat Narkotika AKP Martualesi Sitepu dan Personil terhadap Ibu PA dengan berdasarkan fakta fakta berupa keterangan saksi dan hasil Chek Urin menerangkan bahwa Ibu PA Negatif mengandung narkotika, sehingga tidak dapat diminta pertanggung jawaban hukumnya terkait adanya barang bawaannya kepada anak kandungnya yang menjadi warga binaan Lapas Kota Pinang tervonis 4,6 Tahun tahun 2021 dalam perkara narkotika.

Adapun kronologis singkat peristiwa pidana narkotika tersebut Kasat Narkotika AKP Martualesi Sitepu menerangkan bahwa," Pada hari Minggu tgl 01 Mei 2022 sekira pukul 15.00 Wib ibu PA didatangi seorang laki laki berinisial R mengaku adalah kawan anaknya BS di LP Kota Pinang dan baru bebas menjalani hukuman,"katanya.

"Kemudian," lanjutnya,"Ibu PA didatangi dirumahnya yang beralamat di Jl Simarkaluan Kota Pinang dan disaksikan suaminya PS (Parlindungan Simbolon) 51 Th, suami Isteri ini dititipkan satu plastik berisi jus pokat untuk diserahkan kepada BS di Lapas Kota Pinang, setelah menitipkan lalu R pergi selanjutnya suami isteri mengunjungi anaknya di Lapas dan menyerahkan bekal untuk anaknya berupa pakaian, makanan termasuk jus yang dititipkan oleh R kepada petugas Lapas,"ungkap Kasat Narkotika.




"Selanjutnya," sambung Kasat Narkotika,"Suami Isteri ini beranjak pulang dan pukul 17.00 Wib ditelepon kembali supaya datang ke Lapas dan setelah tiba di Lapas dengan disaksikan bersama Personil Polsek Kota Pinang Petugas Lapas yang curiga dengan Jus ada berisi barang terlarang dibuka dan ditemukan satu plastik klip Lakban kuning diduga berisi narkotika sabu," tandasnya.

"Berdasarkan fakta fakta berupa keterangan saksi dan hasil Chek Urin menerangkan bahwa Ibu PA negatif mengandung Narkotika, sehingga tidak dapat diminta pertanggung jawaban hukumnya terkait adanya barang bawaannya kepada anak kandungnya, selanjutnya kami mengembalikan Ibu PA ke keluarganya setelah sempat di amankan di LAPAS Kelas IIB Kota Pinang dan Polsek Kota Pinang," pungkas Kasat Narkotika AKP Martualesi Sitepu.

(Tennor) MHI

Jumat, 22 April 2022

Sidang Kesembilan Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021, Digelar Mahkamah Konstitusi Terkait Uji Materiil UU Pers No.40 Th 1999



JAKARTA, MHI - Sebagai semi lembaga negara, Dewan Pers mewakili masyarakat dan negara untuk menjamin kemerdekaan pers serta bertugas memastikan perusahaan dan organisasi kewartawanan mematuhi kode etiknya. Selain itu, Dewan Pers juga menjadi mediator bagi pers nasional sehingga keberadaannya berbeda dari organisasi kewartawanan. Dengan kata lain, Dewan Pers memiliki posisi mewakili negara untuk menjaga pers nasional. Hal tersebut disampaikan Bambang Sardono selaku Saksi yang dihadirkan Dewan Pers (Pihak Terkait) dalam sidang uji materiil Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers), pada Kamis (21/4/2022).

Sidang kesembilan Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021 tersebut dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya. Perkara tersebut dimohonkan oleh tiga wartawan sekaligus pimpinan perusahaan pers dan organisasi pers, yakni Heintje Grontson Mandagie, Hans M.Kawengian, dan Soegiharto Santoso.

“Maka Dewan Pers harus tunggal. Karena Dewan Pers diberikan kewenangan membuat regulasi yang tak hanya berlaku internal di lingkungan media sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tetapi juga berlaku secara publilk. Maka, gagasan pendirian Dewan Pers dapat dikatakan sebagai jangkar yang menggantikan posisi pemerintah,” terang Bambang yang mengakui pernah tergabung sebagai Panitia Kerja Pembahasan UU Pers. 

Memiliki Karakter Reformis

Terkait dengan kesaksian Bambang selaku bagian dari Panitia Kerja Pembahasan UU Pers mengatakan UU Pers yang diujikan pada perkara ini memiliki karakter yang reformis. Peristiwa Reformasi 1998 langsung ditindaklanjuti dengan kelahiran UU Pers bersamaan dengan undang-undang lainnya. Sehingga, sambungnya, undang-undang tersebut merupakan norma yang sangat reformis dan responsif.

“Undang-undang ini lahir dengan semangat reformasi yang kental dan hal ini mengakhiri pembredelan pers yang sempat menghantui pada masa sebelumnya. UU Pers ini dibahas selama 15 hari dan dikawal oleh masyarakat pers. Sementara dari legal drafting tidak ada pendelegasian untuk membentuk peraturan pelaksananya sehingga semua dijabarkan dalam UU a quo. Singkatnya undang-undang ini menjadi dari wujud mosi tidak percaya pada pemerintah pada masa itu. Jadi, tidak ada mandat pada pemerintah untuk mengelola pers. Selain itu, UU ini menjadi medan ekspresi untuk mengelola pers dengan memperbarui Dewan Pers di mana ia mengatur dirinya sendiri. Sehingga undang-undang ini menghilangkan kekuasaan pemerintah dalam penguasaan media,” jelas Bambang.

Baca juga: Pemerintah : 'Fungsi Dewan Pers Sebagai Fasilitator Dalam Penyusunan Peraturan Dibidang Pers!' 

Uji Kompetensi Kewartawanan

Dalam sidang tersebut hadir pula Maria Dian yang tergabung dalam Tim Perumus dan Kompetensi Wartawan. Maria yang juga dihadirkan sebagai Saksi Pihak Terkait menyampaikan tentang standar kompetensi dan uji kompetensi wartawan. Ia mengatakan wartawan adalah profesi yang terbuka dan dapat dilakukan oleh setiap orang yang secara teratur melakukan kegiatan jurnalistik dan menyampaikannya dalam bentuk tulisan, suara, gambar atau bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak dan lainnya.

“Uji kompetensi menjadi suatu hal yang diperlukan karena wartawan bertugas menyebarkan informasi dan membentuk opini publik sehingga ia harus menjunjung tinggi independensi dan memberi suara bagi mereka yang tidak bersuara,” jelas Maria.

Terkait dengan keberadaan uji kompetensi kewartawanan ini, Maria mengungkapkan Uji Kompetensi dibentuk atas kesepakatan bersama yang tertuang dalam Piagam Palembang pada 2010. Standar kompetensi ini disusun dan diresmikan dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/2010. Seorang wartawan dikategorikan profesional apabila memilki keterampilan untuk mengerjakan tugas dan perannya. Uji kompetensi ini dapat diikuti oleh wartawan sesuai dengan tingkatannya, mulai dari wartawan muda untuk pemula, madya untuk wartawan yang mengelola atau bertindak sebagai koordinasi, dan wartawan utama yang berperan ditingkat pimpinan redaksi. 

“Dalam uji kompetensi ini setiap peserta yang dinyatakan lolos harus mendapatkan nilai di atas 70. Dan wartawan harus pula menghasilkan mata uji yang diberikan, di antaranya mampu menerapkan kode etik jurnalistik. Sementara biasanya peserta yang gagal adalah mereka yang mangkir dari ujian dan tidak mengikuti 11 unit yg diujikan atau melakukan pelanggaran,” sampai Maria.

Baca juga: : Sidang Perkara Nomor 38/PUU-XIX/2021Tentang Pengujian UU No.40 Tahun 1999 Terhadap UUD 1945 Digelar MK Secara Virtual 

Sementara dari pihak pemohon Pada sidang kali ini, Hence Mandagi selaku pihak pemohon yang diberi kesempatan bertanya kepada saksi, mempertanyakan kepeada saksi tentang mengapa ada organisasi perusahaan pers yakni Asosiasi Televisi Swasta Indonesia ATVSI yang anggotanya hanya 7 perusahaan pers tapi dijadikan konstituen Dewan Pers yang tidak sesuai ketentuan yang diatur Peraturan Dewan Pers sendiri tentang standar organisasi perusahaan pers yang seharusnya 200 anggota perusahaan pers. 

Mandagi juga bertanya mengenai sistem pemilihan Anggota Dewan Pers. "Sepengetahuan Saksi, Apakah benar selama ini anggota Dewan Pers memiliki hak suara dan bahkan ikut memilih Anggota Dewan Pers? padahal dalam UU Pers disebutkan anggota dewan pers dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers," tanyanya.

Pertanyaan itu tidak bisa dijawab oleh saksi Bambang dan Maria yang dihadirkan Dewan Pers. 

Menariknya, pemohon lainnya Soegiharto Santoso yang ikut mengajukan pertanyaan mengejar keterangan saksi Maria terkait pelaksanaan UKW. Soegiharto mempertanyakan dasar hukum pelaksanaan UKW dan standar kompetensi di Dewan Pers yang tidak teregistrasi di Kemenaker. 

"Sepengetahuan Saksi, apa landasan hukum Dewan Pers sebagai fasilitator memberi lisensi kepada lembaga swasta atau organisasi pers dan media sebagai Pelaksana Sertifikasi Profesi?

Sebab hal tersebut merupakan kewenangan BNSP melalui LSP yang landasan hukum nya jelas hingga ada 10," beber Soegiharto seraya membacakan 3 contoh landasan hukumnya yaitu : Undang-Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2004 tentang Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), dan PerMenakertrans No. PER. 21/MEN/X/2007 tentang Tata Cara Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia.

"Jadi Sepengetahuan para Saksi, apa landasan hukum Dewan Pers sebagai fasilitator memberi lisensi tersebut? Sebab kami justru memiliki LSP yang terlisensi di BNSP," pungkasnya. 

Pertanyaan Mandagi dan Soegiharto tersebut tidak bisa dijawab oleh kedua saksi. Saksi Maria yang sebelumnya bicara tentang UKW, tidak bisa menjelaskan secara detail dasar hukum yang digunakan dalam pelaksanaan UKW. 

Dihubungi usai sidang, Vincent menjelaskan bahwa keterangan saksi Dewan Pers semakin meyakinkan Pemohon bahwasanya ada ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers. 

“Saksi Bambang Sadono dengan tegas menyatakan Dewan Pers diberi kewenangan untuk membuat regulasi, padahal jelas di dalam UU Pers fungsi Dewan Pers hanya memfasilitasi organisasi pers dalam menyusun peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi kewartawanan," urai pengacara lulusan S2 Universitas Indonesia ini yakin. 

Terlebih, menurutnya, saksi Bambang menyatakan dirinya saat itu menjadi Panitia Kerja UU Pers. "Jadi pak Bambang tahu persis proses pembentukan UU Pers. Hal ini menunjukkan adanya ketidakjelasan tafsir Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers dan juga bertentangan dengan keterangan pemerintah yang menyatakan Dewan Pers tidak bertindak sebagai lembaga pembentuk atau regulator," terang Vincent yang juga adalah seorang asesor BNSP. 

Vincent berharap keterangan saksi dari Dewan Pers ini menjadi pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi dalam memutus perkara ini. 

Baca juga: Peraturan Dewan Pers Rugikan Hak Wartawan Indonesia



Seperti diketahui pada sidang terdahulu, para Pemohon menyebutkan sebagai perusahaan dan organisasi pers berbadan hukum merasa terhalangi untuk membentuk Dewan Pers independen serta untuk memilih dan dipilih sebagai anggota Dewan Pers secara demokratis. Tak hanya itu, ketentuan tersebut dinilai para Pemohon menyebabkan hak untuk menetapkan dan mengesahkan anggota Dewan Pers yang dipilih secara independen juga terhalangi. Para Pemohon menyelenggarakan Kongres Pers Indonesia pada 2019 silam yang menghasilkan terpilihnya Anggota Dewan Pers Indonesia. Akan tetapi, karena adanya Pasal 15 ayat (5) UU Pers, hasil Kongres Pers Indonesia tersebut tidak mendapatkan respon dan tanggapan dari Presiden Indonesia.

Selain itu, keberadaan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU Pers harus ditinjau kembali karena organisasi-organisasi pers kehilangan haknya dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers. Sebab dalam pelaksanaannya, pasal a quo dimaknai oleh Dewan Pers sebagai kewenangannya berdasarkan fungsi Dewan Pers untuk menyusun dan menetapkan peraturan di bidang pers. Sehingga keberlakuan Pasal 15 ayat (2) huruf f UU 40/1999 bertentangan dengan Pasal 28, Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai “dalam menyusun peraturan-peraturan di bidang pers oleh masing-masing organisasi pers” karena membatasi hak organisasi-organisasi pers mengembangkan kemerdekaan pers dan menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan, melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Sebelum menutup persidangan, Ketua MK Anwar Usman menyebutkan sidang berikutnya akan digelar pada Kamis, 19 Mei 2022 pukul 11.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan oleh saksi dari Dewan Pers serta saksi dan ahli dari Persatuan Wartawan Indonesia. 

(Sp/Lulu/Irf/Iksn) MHI

Sumber : Humas Mahkamah Konstitusi



Postingan Terupdate

Digelandang Petugas Masuk Bui, Terindikasi Lakukan Gratifikasi Wakil Ketua DPRD Kabupaten Bekasi Ditetapkan Tersangka Kejari

KABUPATEN BEKASI, MHI -  Jaksa Penyidik pada Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Kabupaten Bekasi melakukan penetapan tersangka terh...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi