HTML

HTML

Kamis, 08 Agustus 2024

Tuntut Keadilan Dan Dikukuhkan Kembali Sesuai Pasal 118 huruf (e) UU Desa, Sembilan Kades Desak Perpanjangan Masa Jabatan



JAKARTA, MHI - Sembilan Kepala Desa (Kades) di Kabupaten Musi Rawas Utara (Muratara) atas nama Sundoyo, Cungh Wang, Sipirli, Jidi, Argani, Muhazoni, Madian, Paizal, Abdul Wahid mengajukan pengujian Pasal 118 huruf e Undang-Undang Nomor 3 tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa (UU Desa) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana Perkara Nomor 103/PUU-XXII/2024 yang dipimpin Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama dengan Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh ini digelar pada Kamis (8/8/2024).

Pasal 118 huruf e UU Desa menyatakan, “Kepala Desa yang berakhir masa jabatannya sampai dengan bulan Februari 2024 dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.”

Sundoyo sebagai perwakilan para Pemohon menyebutkan berdasarkan Pasal 118 huruf e UU Desa tersebut, semestinya para Pemohon yang masa jabatannya berakhir pada Februari 2024 dapat memperoleh perpanjangan masa jabatan selama dua tahun tanpa dipertanyakan lagi. Namun para Pemohon tidak mendapatkan perpanjangan masa jabatan, sebab telah ada pejabat desa yang baru dan dilantik saat masa berakhirnya masa jabatan para Pemohon.

“Pada daerah lain yang berakhir masa jabatan pada Maret, April justru mereka diperpanjang semuanya. Kami yang Februari 2024 tidak dikonfirmasi untuk diperpanjang. Kami minta keadilan untuk menjembatani memberikan rasa keadilan bagi kami,” kata Sundoyo yang menghadiri persidangan secara daring.

Dalam petitum, para Pemohon meminta agar dikukuhkan kembali sebagai Kepala Desa sesuai dengan Ketentuan Pasal 118 huruf (e) UU Desa. Selanjutnya, membatalkan Surat Keputusan Bupati Musi Rawas Utara Provinsi Sumatera Selatan tentang Pengukuhan Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa untuk desa-desa para Pemohon.




Implementasi Norma

Hakim Konstitusi Anwar Usman dalam nasihatnya meminta para Kepala Desa untuk melampirkan bukti dari masa berakhirnya jabatan yang dimaksud. Hal ini untuk memperkuat dalil yang dipertanyakan para Pemohon. Sebab norma yang didalilkan sejatinya tidak bermasalah.

“Namun yang menjadi soal adalah implementasi norma, jadi perlu dilakukan pendalaman dengan memperbandingkan di daerah lain yang masa jabatannya diperpanjang secara otomatis tersebut,” jelas Anwar.

Sementara Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyebutkan UU Desa diundangkan pada 25 April 2024. Sementara berakhirnya masa jabatan para Pemohon adalah Februari 2024. Dalam hal ini, ada aturan peralihan yang dalam kenyataannya hal tersebut tidak berlaku sebagaimana normanya.

Berikutnya Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih memberikan nasihat agar para Pemohon menguraikan hak-hak konstitusionalnya yang terlanggar oleh keberlakuan norma, sehingga terlihat kerugiannya sebagaimana dijamin oleh UUD NRI Tahun 1945. “Jelaskan dengan argumentasi adanya ketidakpastian dari Pasal 118 huruf e UU Desa ini. Oleh karena itu, pada bagian alasan permohonan atau positanya, baru masuk ke petitum permohonan sesuai dengan kelaziman yang berlaku dalam pengujian undnag-undang di MK,” jelas Enny.

Pada akhir persidangan Enny menyebutkan para Pemohon akan diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Kemudian naskah perbaikan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Rabu, 21 Agustus 2024 pukul 09.00 WIB ke Kepaniteraan MK.

(Sri Pujianti, Lulu, Najwa) MHI 

Rabu, 07 Agustus 2024

Perbedaan Definisi Teritorial Putusan Arbitrase Nasional Dan Internasional Dinilai Tidak Jelas Disoal Advokad Dan Dosen FH-UI


JAKARTA, MHI – Togi M. P. Pangaribuan yang berprofesi sebagai Advokat dan Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonesia mengajukan uji materiil Pasal 1 angka (9) Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU AAPS) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang Pendahuluan Perkara Nomor 100/PUU-XXII/2024 ini dipimpin oleh Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur bersama dengan Hakim Konstitusi Arief Hidayat dan Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih pada Rabu (7/8/2024).

Pasal 1 angka (9) UU AAPS menyatakan, “Putusan Arbitrase Internasional adalah putusan yang dijatuhkan oleh suatu  lembaga  arbitrase  atau  arbiter  perorangan  di  luar  wilayah  hukum  Republik  Indonesia,  atau  putusan  suatu  lembaga  arbitrase  atau  arbiter  perorangan  yang  menurut  ketentuan  hukum  Republik  Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional.”

Aristo Pangaribuan selaku kuasa hukum mengatakan Pasal 1 angka (9) UU AAPS khususnya frasa ’yang menurut ketentuan hukum Republik Indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional’ bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Bagi Pemohon setidak-tidaknya mengalami kerugian konstitutional yang aktual dan spesifik dalam beberapa aspek, di antaranya dari sisi profesi dosen Pemohon mempunyai kewajiban untuk mengajarkan ilmu hukum arbitrase kepada mahasiswa secara akurat, baik dari sisi teoretikal ilmu dan juga praktikalnya. Semantara dari sisi profesi sebagai advokat, Pemohon berkewajiban untuk memberikan jasa hukum, baik berupa layanan litigasi maupun nasihat kepada klien.

Dengan adanya ketidakpastian hukum dalam UU AAPS, Pemohon tidak dapat melaksanakan kedua profesi tersebut. Sebab adanya pencampuradukan pengertian konsep teritorial sempit dan luas di dalam UU AAPS. Sehingga Pemohon kesulitan untuk menentukan mana yang tergolong putusan arbitrase nasional dan putusan arbitrase internasional apabila mendasarkan pada ketentuan Pasal 1 ayat (9) UU AAPS.

“Menyatakan frasa ’yang menurut ketentuan hukum republik indonesia dianggap sebagai suatu putusan arbitrase internasional’ dalam Pasal 1 ayat 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa bertentangan dengan kepastian hukum di Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” ujar Aristo di Ruang Sidang MK.




Kerugian Konstitusional Akibat Ambiguitas

Hakim Konstitusi Arief dalam nasihat Panel Hakim menyebutkan perlu  bagi Pemohon untuk menguraikan lebih jelas tentang kedudukan hukum sebagai subjek hukum perorangan sebagai dosen dan arbiter, sehingga terlihat dampak kerugian yang dialami atas keberlakuan norma yang diujkan ini.

“Saya belum dapat gambaran jelas, kerugian ada karena ada ambiguitas antara internasional dan nasional, tetapi pertentangan pasal a quo dan UUD NRI 1945 ini tunjukkan di mana letak ketidakpastian hukum yang. Berakibat pada ketidakadilan. Jika pelrlu dikaitkan dengan bagaimana pengaturan arbitrase ini di negara-negara lain,” jelas Arief.

Sementara Hakim Konstitusi Enny mengatakan syarat-syarat kerugian hak konstitusional sudah dimunculkan, namun perlu ditegaskan beberapa hal di antaranya hak yang diberikan undang-undang dasar; hak yang dirugikan oleh berlakunya norma ini dengan bukti-bukti dari lembaga arbitrase, arbiter, dan sejenisnya; bentuk kerugian yang bersifat aktual tak hanya sebagai arbiter.

“Perlu diuraikan satu per satu yang kemudian sampai pada kesimpulan atas pasal dan frasa yang dikhususkan tersebut pada bagian petitum sebagaimana lazimnya dalam permohonan,” jelas Enny.

Pada akhir persidangan, Hakim Konstitusi Ridwan mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk memperbaiki permohonan.Kemudian selambat-lambatnya naskah perbaikan dapat diberikan pada Selasa, 20 Agustus 2024 pukul 13.00 WIB. Sehingga, Kepaniteraan MK akan menjadwalkan sidang lanjutan untuk perkara ini dengan agenda mendengarkan perbaikan permohonan Pemohon. 


(Sri, Lulu, Febrian) MHI 

Selasa, 06 Agustus 2024

Sidang Perkara No.77/PUU-XXII/2024, Rega Felix : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Bukan Untuk Golongan Tertentu !


JAKARTA, MHI - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang kedua untuk pengujian materiil Pasal I angka 4 yang memuat perubahan Pasal 6 ayat (1) huruf j dan Pasal I angka 26 yang memuat perubahan Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sidang Perkara Nomor 77/PUU-XXII/2024 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih bersama dengan Hakim Konstitusi M. Guntur Hamzah dan Hakim Konstitusi Arsul Sani ini dilaksanakan di Ruang Sidang Pleno MK pada Selasa (6/8/2024).

Agenda sidang yaitu pemeriksaan perbaikan permohonan. Rega Felix (Pemohon) yang berprofesi sebagai Advokat sekaligus Dosen ini menjabarkan pokok-pokok perbaikan permohonan, di antaranya tentang tidak digunakannya konsep diskriminasi dalam permohonan ini. Pemohon justru mempertajam dengan hanya mendalilkan Pasal 6 ayat (1) UU Minerba, khususnya pada klausul “menggunakan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) secara prioritas”. Sehingga atas dalil ini pula, Pemohon mendasarkannya pada konstitusionalitas norma yang termuat pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945.

“Dengan perubahan ini, jumlah halaman menjadi semakin banyak karena Pemohon fokus pada konsep tentang prioritas. Di mana perbaikan banyak menjelaskan makna dari kata prioritas. Pendalaman ini lebih tepatnya menjabarkan tentang pertanyaan pokok “siapa subjek prioritas” ini dan tafsirnya dalam dunia pertambangan, termasuk dengan badan usaha ormas adalah milik swasta dan bukan negara maka tidak dapat dimaknai sama dengan negara dan tidak bisa menggunakan mekanisme prioritas,” jelas Rega.

Selain itu, Pemohon juga memperjelas kedudukan hukum Pemohon sebagai Pendidik atau Dosen. Bahwa Dosen termasuk pada golongan berpenghasilan rendah dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah.

"Sehingga," tegas Rega Felix," Makna keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tidak hanya buat golongan tertentu.Dengan demikian. Kami memiliki kedudukan hukum yang sama sebagai warga negara Indonesia yang lainnya serta berhak pula mendapatkan kesejahteraan dan keadilan sosial sebagaimana yang diberlakukan kepada ormas tersebut."



Prioritas Pengelolaan Tambang ke Ormas Dipertanyakan

Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang digelar di MK pada Rabu (24/7/2024) Rega Felix mengatakan bahwa kebijakan penawaran Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) secara prioritas kepada ormas keagamaan tidak memenuhi parameter untuk dapat diterapkan sebagai kebijakan afirmatif berdasarkan UUD 1945. 

"Sejatinya Pemerintah masih dapat melaksanakan penawaran secara prioritas sepanjang tidak menggunakan pertimbangan berdasaran suku, agama, ras, dan antargolongan," katanya.

Lanjutnya," Jika prioritas tersebut diberikan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka telah jelas bertentangan dengan Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Karena makna “prioritas” dalam norma pasal yang diuji tidak jelas batasannya dan dapat menciptakan self-reference norm kepada presiden," tandas Rega Felix.

Dalam petitum, Pemohon meminta MK menyatakan frasa “melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas” dalam Pasal 6 Ayat (1) huruf j sebagaimana telah dirubah berdasarkan Pasal I angka 4 UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “melaksanakan penawaran WIUPK secara prioritas tanpa didasari kepada pertimbangan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan”. 

Kemudian meminta klausul “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat” dalam Pasal 35 Ayat (1) sebagaimana telah dirubah berdasarkan Pasal I angka 26 UU Minerba bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat tanpa didasari kepada pertimbangan berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan”.
 
(Sri Pujianti, Lulu, Najwa) MHI 


Senin, 05 Agustus 2024

Soal Tarif Khusus Pajak Hiburan Dijadwalkan Ulang, MK Gelar Sidang Uji Materiil UU HKPD Perkara No.19, 31, 32 /PUU-XXII/2024


JAKARTA, MHI  – Majelis Hakim Konstitusi menunda sidang pengujian materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) untuk Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024, 31/PUU-XXII/2024, dan 32/PUU-XXII/2024 secara sekaligus pada Senin (5/8/2024). Sidang dengan agenda mendengarkan keterangan Saksi Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 dan 31/PUU-XXII/2024 serta DPR akan dijadwalkan ulang.(05/08/2024).

“Laporan Kepaniteraan, untuk keterangan-keterangannya baru diterima yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana yang ditentukan oleh praktik peradilan di Mahkamah Konstitusi maupun peraturan yang ada. Oleh karena itu Mahkamah menjadwalkan kembali untuk sidang pemeriksaan Saksi ini, disamping memang ada permohonan dari Pemohon 31 bahwa hari ini juga belum siap dengan saksi-saksinya,” ujar Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno Gedung 1 MK, Jakarta.

Dia melanjutkan, untuk mengintegrasikan keterangan saksi-saksi tersebut sekaligus mendengarkan keterangan DPR, maka Mahkamah menjadwalkan ulang. Sidang akan digelar 15 Agustus 2024 pukul 13.30 WIB dengan agenda mendengarkan Saksi dari Pemohon Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 dan 31/PUU-XXII/2024 serta keterangan DPR.                                                                                                                      Sebagai informasi, Perkara Nomor 19/PUU-XXII/2024 dimohonkan sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang jasa pelayanan kesehatan mandi uap atau juga dikenal dengan spa. Pemohon merasa dirugikan karena usaha spa yang notabenenya bergerak dalam bidang kesehatan kemudian dikategorikan sebagai penyedia jasa kesenian dan hiburan yang disamakan dengan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.
Akibatnya, pengusaha spa harus menanggung tarif PBJT sebesar 40-75 persen yang dikenakan pemerintah daerah. Sedangkan, usaha sejenis panti pijat dan pijat refleksi hanya dikenakan tarif PBJT sebesar 10 persen. Para Pemohon menginginkan agar mandi uap atau spa dikeluarkan dalam kategori jasa kesenian dan hiburan yang dikenakan tarif khusus PBJT paling rendah 40-75 persen.

Sementara, permohonan Perkara Nomor 32/PUU-XXII/2024 diajukan para pengusaha yang mewakili enam badan hukum yang menjalankan usaha dalam bidang pariwisata dan jasa/hiburan, yaitu Dewan Pengurus Pusat Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (DPP GIPI), PT Kawasan Pantai Indah, CV. Puspita Nirwana, PT Serpong Abadi Sejahtera, PT Citra Kreasi Terbaik, dan PT Serpong Kompleks Berkarya. Para Pemohon mengaku mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 58 ayat (2) UU HKPD yang mengatur pengkhususan tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Kemudian, Perkara Nomor 31/PUU-XXII/2024 diajukan Santoso Setyadji, seorang pengusaha karaoke keluarga. Dalam hal ini, Pemohon juga menguji ketentuan Pasal 58 ayat (2) dan Penjelasan Pasal 58 UU HKPD. Sebelum berlakunya ketentuan tersebut, pelaku usaha telah membayar pajak kepada pemerintah daerah sesuai peraturan yang berlaku. Pemohon menyatakan tarif PBJT terbaru akan berpengaruh terhadap konsumen yang dikenakan pajak PBJT minimal 40 persen dari jumlah konsumsi jasa karaoke yang digunakan. Menurut Pemohon, konsumen akan memperhitungkan nilai sejumlah biaya yang harus dibayarkan atas konsumsi barang dan/atau jasa yang telah dikonsumsi karena belum termasuk pengenaan pajak yang tinggi.




Pemohon meminta MK menambah kata/frasa “dikecualikan terhadap karaoke keluarga” dalam pasal 58 ayat (2). Sehingga, Pemohon berharap Pasal 58 Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Untuk diketahui, Pasal 58 ayat (2) UU HKPD menyatakan, “Khusus tarif PBJT atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 4O% (empat puluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen)”.


(Mimi Kartika, Lulu) MHI 



Rabu, 10 Juli 2024

Menuai Apresiasi Warga, Polsek Tanah Jawa Buahkan Hasil Dalam Memberantas Peredaran Narkoba di Nagori Balimbingan


SUMATERA UTARA, MHI - Gamot Dusun IV Nagori Balimbingan, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, Leo Hamdani, mewakili Pangulu Nagori Balimbingan, menyampaikan rasa terima kasihnya kepada para personel Polsek Tanah Jawa Polres Simalungun atas keberhasilan mereka dalam memberantas peredaran narkoba di Nagori Balimbingan, Pada Rabu, 10 Juli 2024, sekitar pukul 22.30 WIB.

Ucapan terima kasih ini disampaikan Leo Hamdani sebagai bentuk apresiasi kepada Polsek Tanah Jawa yang telah gigih dan berkomitmen dalam melakukan penindakan terhadap kasus narkoba di wilayah mereka. Keberhasilan Polsek Tanah Jawa mengungkap dan menangkap pelaku peredaran narkoba di Huta IV Nagori Balimbingan, Kecamatan Tanah Jawa, Kabupaten Simalungun, tidak lepas dari kerja keras dan dedikasi tinggi para personel kepolisian.

"Kami sangat berterima kasih kepada Polsek Tanah Jawa Polres Simalungun yang telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam memberantas narkoba di Nagori Balimbingan. Keberhasilan ini tidak hanya memberikan rasa aman kepada masyarakat, tetapi juga menjadi bukti bahwa aparat kepolisian selalu siap melindungi dan melayani masyarakat," ungkapnya.




Diketahui bahwa, pengungkapan kasus narkoba ini diawali dengan informasi dari masyarakat tentang adanya peredaran narkoba di rumah milik Kahirudin Siregar alias Usep di Huta IV Nagori Balimbingan.Hal tersebut diterangkan ileh Kapolsek Tanah Jawa, Kompol Asmon Bufitra.

"Menindaklanjuti informasi tersebut, personel Polsek Tanah Jawa melakukan penyelidikan dan berhasil menangkap tersangka beserta barang bukti berupa narkotika jenis sabu dengan berat bruto 13,29 gram dan satu unit handphone, " tutur Kaposek Tanah Jawa

"Dengan adanya apresiasi dari tokoh masyarakat ini, diharapkan dapat semakin memotivasi para personel kepolisian untuk terus berupaya keras dalam memberantas narkoba. Kerja sama antara masyarakat dan kepolisian yang solid seperti ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari ancaman narkoba," pungkas Kompol Asmon Bufitra.

(Ucok) MHI 


Rabu, 03 Juli 2024

Terpidana TS Buronan Kejati Kaltim Dibrongsong Satgas SIRI Kejagung, Burhanuddin : Tak Ada Tempat Sembunyi Yang Aman!


JAKARTA, MHI - Satgas SIRI Kejaksaan Agung Berhasil Mengamankan Buronan (DPO) Tindak Pidana Korupsi Atas Nama Terpidana TIMBUL SIANTURI. Bertempat di Jalan Rambai Tengah, Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Tim Intelijen Kejaksaan Agung berhasil mengamankan DPO asal Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur.Selasa 02 Juli 2024 sekitar pukul 22.15 WITA.

Adapun Identitas Terpidana yang diamankan, yaitu: Nama Lengkap : Ir. Timbul Sianturi : Tempat / Tanggal Lahir : Pematang Siantar, 12 Januari 1962, Jenis Kelamin : Laki-laki, Kebangsaan /Kewarganegaraan : Indonesia : Alamat : Jl. Rambai Tengah No.107 RT 04/03 Kel. Guntung Paikat Kec. Banjarbaru Selatan, Banjar Baru Kalimantan Selatan : Agama : Kristen.

Dalam keterangannya Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menerangkan bahwa," Berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor : 80 / PID/2009/PT. SMDA tanggal 16 Juni 2009 dengan amar putusan: "Menyatakan terdakwa Timbul Sianturi telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama", Menjatuhkan Pidana penjara selama 1 (satu) Tahun dan denda sebesar Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak di bayarkan di ganti dengan pidana kurungan selama 1 (satu) bulan," terangnya pada wak Media (03/07/2024).

"Saat diamankan," lanjutnya,"Terpidana bersikap tidak kooperatif dan sempat melarikan diri, namun berkat kesigapan Tim Satgas akhirnya DPO berhasil ditangkap dan diamankan, selanjutnya terpidana dibawa ke kejari Banjarmasin untuk selanjutnya akan diserahterimakan kepada Tim Jaksa Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur,"tukas Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.



Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung juga menekankan bahwa, melalui program Tabur Kejaksaan.Jaksa Agung meminta jajarannya untuk memonitor dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran, guna dilakukan eksekusi demi kepastian hukum.

"Jaksa Agung mengimbau kepada seluruh buronan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan RI, untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat bersembunyi yang aman," pungkas Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.

(Wahyu) MHI 


Sumber : Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Dr. Andri W.S, S.H., S.Sos., M.H. / Kasubid Kehumasan

Buronan Terpidana Tipilakar Kejati Sulteng Andrian Syahbana Dibungkus Satgas SIRI Kejagung Digelandang Masuk Jeruji Besi


JAKARTA, MHI -  Satgas SIRI Kejaksaan Agung Berhasil Mengamankan Buronan (DPO) Tindak Pidana Pembalakan Liar Atas Nama Terpidana ANDRIAN SYAHBANA Bertempat di Jl. Banjar Permai Pemurus Dalam Kota Banjarmasin, Tim Intelijen Kejaksaan Agung berhasil mengamankan DPO asal Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara.(03/07/2024).

Identitas Terpidana yang diamankan,Selasa 02 Juli 2024 sekitar pukul 16.00 WIB yaitu:

Nama Lengkap : Andrian Syahbana, Tempat / Tanggal Lahir : Rantau, 12 September 1981, Jenis Kelamin : Laki-laki, Kebangsaan /Kewarganegaraan : Indonesia, Alamat : Jl. Banjar Permai II R.05/01 Kelurahan Pemurus dalam Kecamatan Banjarmasin Selatan, Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan ,Agama : Islam.

Dalam keterangannya Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung memaparkan bahwa,"Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Unaaha Nomor : 26 /Pid.B/LH/2021/ PN Unh tanggal 8 April 2021 dengan amar putusan menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan dalam dakwaan alternatif pertama dan kedua.Namun saat dilakukan upaya banding, berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi Surabaya Nomor: 47/PID/2011/PT.SBY tanggal 07 Februari 2011, menghasilkan amar putusan yaitu menerima permintaan banding dari Penuntut Umum dan Penasihat Hukum Terpidana," papar Dr. Harli Siregar, S.H.

Lebih lanjut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung menegaskan bahwa, berdasarkan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 818k/Pid.Sus-LH/2022 dengan amar sebagai berikut :

"Di nyatakan terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana "Turut serta melakukan pembalakan liar dan penggunaan kawasan Hutan secara tidak sah.Menjatuhkan Pidana penjara selama 1 (satu) Tahun 6 (enam) Bulan dan pidana denda sejumlah Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak di bayarkan di ganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," ungkapnya.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung juga mengatakan bahwa, "Saat diamankan,Terpidana bersikap tidak kooperatif sehingga proses pengamanannya dramatis dengan cara mendobrak pintu dan terpidana mencoba melarikan diri dan akhirnya Tim berhasil mengamankan terpidana. Selanjutnya terpidana dibawa ke Kejati Kalsel untuk selanjutnya akan diserahterimakan kepada Tim Jaksa Kejaksaan Negeri Konawe," pungkas Dr. Harli Siregar, S.H.




Melalui program Tabur Kejaksaan, Jaksa Agung meminta jajarannya untuk memonitor dan segera menangkap buronan yang masih berkeliaran, guna dilakukan eksekusi demi kepastian hukum.

Jaksa Agung juga mengimbau kepada seluruh buronan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan RI, untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya.

 "Kepada seluruh "Buronan" segera serahkan diri.Tidak ada tempat bersembunyi yang aman," tandas Jaksa Agung, Prof. ST Burhanuddin

(Wahyu) MHI 

 

Sumber : Kepala Pusat Penerangan Hukum Dr. Harli Siregar, S.H., M.Hum.Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi Dr. Andri W.S, S.H., S.Sos., M.H. / Kasubid Kehumasan




Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi