PEKANBARU, MHI - Momentum peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2023 yang dilaksanakan di Kota Medan Sumatra Utara, sekaligus sebuah intropeksi diri bagi seluruh insan Pers Nasional, karena sebagaimana di sampaikan oleh Presiden RI Joko widodo, bahwa Pers Nasional sedang tidak Baik-Baik saja. Kamis, (09/02/2023).
"Perlu saya sampaikan disini pada Hari Pers Nasional ini, bahwa Pers Nasional sedang tidak baik-baik saja," ucap Jokowi.
Presiden Jokowi memang terlihat tidak merinci apa yang dimaksud dengan ucapannya itu, namun sejumlah permasalahan sempat di munculkan Jokowi, antara lain, terkait belanja iklan Nasional ternyata 60% sudah di nikmati oleh plat form Media digital milik Asing, dan Media dalam Negeri disebutnya sedang dalam kondisi kehilangan sumber daya keuangan, yang kian hari kian mengkhawatirkan industri Pers nasional.
"Media di Indonesia harus menyesuaikan diri dengan kondisi teknologi informasi yang semakin berubah kencang, harus innovative, ini tidak boleh terjadi, pemrintah, kementerian, lembaga dan pemerintah daerah harus mendukung industri Pers agar bisa terus bertahan dan turut mendukung pemerintah dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, "imbuhnya.
Selain itu, yang tidak kalah penting adalah, Jokowi juga menegaskan bahwa saat ini persoalan dunia Pers Nasional sudat bergeser, dari isu kebebasan Pers, menjadi isu soal berita yang bertanggung jawab.
"Saat ini, semua orang bisa membuat berita, bebas mendirikan Media, kurang apa lagi kebebasan Pers, masyarakat setiap detik dibanjiri oleh infomrmasi, namun kebanyakan berita-berita yang dangkal dan cenderung hanya mengutamakan sisi komersialisasi, tanpa memperdulikan bobot kebenaran informasi," sebut Jokowi.
Atas semua pernyataan Presiden Jokowi tersebut, Ketua umum organisasi Pers, Perkumpulan Pers Daerah Seluruh Indonesia (PPDI), Feri Sibarani, S.H, mengapresiasi setiap poin terkait permasalahan dunia Pers Nasional, yang disampaikan oleh Presiden Jokowi. Feri mengatakan, bahwa Presiden RI Joko Widodo sangat perduli dan mengikuti secara seksama apa dan bagaimana kehidupan Pers Nasional dan apa yang menjadi permasalahan Pers.
"Setiap ucapan pak Presiden Jokowi terkait keberadaan dunia Pers kita saat ini sungguh penilaian yang sangat objektif, realistik, tidak mengada-ada, benar-benar sebagai bapak bangsa yang memberikan seluruh hidupnya kepada masyarakatnya. Hingga begitu detail terkait masalah belanja iklan pun Presiden ketahui, ini kan luar biasa. Artinya Presiden juga sangat menyimak apa yang dikerjakan oleh Dewan Pers dari waktu ke waktu, termasuk permasalahan terkini terkait penolakan Dewan Pers terhadap kinerja BNSP untuk sertifikasi kompetensi wartawan, dan pernyataan dirjen IKP kementerian kominfo, Usman Kansong beberapa waktu lalu, " sebut Feri Sibarani, hari ini di pekanbaru.
Menurut Feri Sibarani, yang juga pemimpin Redaksi Media online aktualdetik.com itu, selain apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi, permasalahan di kalangan Insan Pers Nasional saat ini adalah soal UKW, Verifikasi Perusahaan Pers oleh Dewan Pers dan SKW oleh BNSP. Feri memandang perlunya kehadiran Pemerintah pusat untuk mendorong penyelesaian persoalan yang kian hari kian memanas itu.
"Dari pemaparan Presiden dalam Hari Pers Nasional kali ini, kita tidak mendengar Presiden menyinggung soal UKW dan Terverifikasi perusahaan Pers. Presiden hanya mengingatkan Dewan Pers dan Insan Pers Nasional, agar lebih bertanggung jawab terhadap pemberitaan. Dan itu dapat dilakukan oleh insan Pers dengan memperhatikan kode etik profesi, atau dikenal dengan kode etik jurnalistik," ucap Feri.
"Kemungkinan," lanjut Feri,"Presiden tidak menyinggung soal UKW dan SKW disebabkan karena tidak ada masalah, wartawan mau ikut UKW Dewan Pers maupun raih SKW BNSP, yang terpenting bertanggung jawab, ini kelihatannya hanya Atal Depari saja yang kebakaran jenggot," tandasnya.
Feri juga menyinggung segala pernyataan-pernyataan mantan Ketua Dewan Pers, Muhammad Nuh, yang di nilainya sangat menyimpang dari tugas dan fungsi Dewan Pers sebagimana tertuang dalam pasal 15 UU Pers. Menurut Feri Sibarani, akibat pernyataan Muhammad Nuh beberapa tahun belakangan ini, sejumlah Media-media berbadan hukum dan memiliki karya jurnalistik yang cukup baik di Indonesia kehilangan kesempatan mendapatkan kontrak iklan dengan pemerintah.
Selain itu, pernyataan ketua PWI pusat Atal Depari, pun mendapat penilaian dari Feri Sibarani. Menurutnya, Atal melalui pernyataan-pernyataanya di berbagai Media tentang fungsi BNSP sebagai pemilik otoritas atas pelaksanaan sertifikasi profesi, termasuk wartawan, adalah indikasi tidak patuh terhadap kebijakan pemerintah.
"Kalau tidak salah, pak Atal itu untuk menanggapi peran BNSP sebagai pemilik otoritas untuk sertifikasi, Atal kerap mengatakan wartawan tidak tunduk pada UU Ketenagakerjaan. Padahal BNSP dengan semua programnya, sebagaimana tertuang didalam PP No 10 tahun 2018 tidak sedikitpun ingin mencampuri kinerja Pers, melainkan BNSP itu hanyalah sebagai badan khusus untuk melakukan ujian kompetensi pekerja, guna memberikan sertifikasi kompetensi profesi, agar nantinya medapatkan pengakuan dan bisa bersaing mendapatkan peluang kerja di tingkat nasional dan internasional, " Katanya.
Atal Depari disebut menunjukkan sikap tidak tunduk pada kebijaksanaan Pemerintah, yaitu PP No 10 tahun 2018 dalam menciptakan SDM, khususnya profesi wartawan, agar tercapai tujuan Perpres No 8 Tahun 2012 tentang Kualifikasi Kerja Nasional Indonesia, yang pada akhirnya dapat meningkatkan taraf hidup ekonomi dan kesejahteraan setiap wartawan.
"Atal Depari salah kaprah dalam memahami UU Pers dan sifat lex spesialis UU Pers. Pemerintah lebih berkuasa atas semua Undang-Undang. Undang-undang yang se khusus apapun, tidak mungkin bisa membatalkan rencana dan strategi Pemrintah dalam meningkatkan sumber daya manusia. Atal menurut saya gagal paham dalam memaknai tugas Dewan Pers dan tugas BNSP sekaligus. Bahkan dalam narasinya, saya melihat Atal sering menyampaikan pendapat yang Paradox, " pungkas Feri.
(Rifky/Lambretta) MHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar