INDONESIAN HISTORY, MHI - Menteri Luar Negeri Belanda Dr Jan Herman van Roijen (Desember 1948, sebelum berangkat ke New York dalam perjalanan dari negosiasi Resolusi 67 Dewan Keamanan PBB yang akan memaksa (Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia), dimana berhasil diwawancarai oleh Media pada waktu itu.
Sebagaimana diketahui Dr. Jan Herman van Roijen (lahir di Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah, 10 April 1905 – meninggal di Wassenaar, Belanda, 16 Maret 1991 pada umur 85 tahun) adalah politikus dan diplomat Belanda. Dalam Kabinet Schermerhorn/Drees, Van Roijen menjabat sebagai MenDaGri. Dalam Perang Dunia II, ia memainkan peran penting dalam perjuangan politik Belanda. Ia mengikuti jejak ayahnya sebagai diplomat dan kemudian pejabat tinggi di Kementerian Luar Negeri. Sebagai menteri, ia awalnya digantikan oleh Eelco Nicolaas van Kleffens dan 4 bulan kemudian menggantikannya.
Setelah menjadi menteri, ia menjadi duta besar Belanda untuk Kanada, Amerika Serikat, dan Britania Raya. Pada tahun 1949, ia memimpin delegasi Belanda dalam Perjanjian Roem-Roijen yang akan membuka langkah mengakhiri konflik Indonesia-Belanda. Sebagai diplomat, pada tahun 1962 ia turut serta pula dalam menyelesaikan masalah Papua bagian barat.
Wawancara tersebut berdasarkan Agresi Militer II terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh Sjafruddin Prawiranegara. Akibat dari Agresi Militer tersebut, pihak internasional melakukan tekanan kepada Belanda, terutama dari pihak Amerika Serikat yang mengancam akan menghentikan bantuannya kepada Belanda, akhirnya dengan terpaksa Belanda bersedia untuk kembali berunding dengan RI.
Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan Belanda menyepakati Perjanjian Roem Royen. Keberhasilan membawa permasalahan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda ke meja perundingan merupakan inisiatif komisi PBB untuk Indonesia.
Pada Perundingan Roem Royen, pihak Republik Indonesia memiliki pendirian mengembalikan pemerintahan Republik Indonesia ke Yogyakarta merupakan kunci sebuah perundingan selanjutnya.Diadakannya perjanjian Roem Royen karena adanya serangan tentara Belanda ke Yogyakarta dan adanya penahanan pemimpin RI, serta mendapatkan kecamanan dari dunia Internasional. Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini Belanda mendapat kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat.
Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei 1948, pihak Indonesia di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda, Prof. Supomo, dan Latuharhary. Untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob, dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben.
Sementara Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain: 1.Tentara bersenjata Republik Indonesia harus menghentikan aktivitas gerilya. 2. Pemerintah Republik Indonesia turut serta dalam Konferensi Meja Bundar (KMB). 3. Kembalinya pemerintah Republik Indonesia ke Yogyakarta 4. Tentara bersenjata Belanda harus mengehentikan operasi militer dan pembebasan semua tahanan politik. 5. Kedaulatan RI diserahkan secara utuh tanpa syarat. 6. Dengan menyetujui adanya Republik Indonesia yang bagian dari Negara Indonesia Serikat. 7. Belanda memberikan hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada pihak Indonesia.
Sedangkan dampak dari perjanjian Roem Royen yaitu setelah perjanjian tersebut kembalinya Sukarno dan Hatta ke Yogyakarta setelah diasingkan, Yogyakarta sebagai ibukota sementara dari Republik Indonesia, Penyerahan mandat Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia) kepada Ir Soekarno, terjadinya gencatan senjata Belanda dan Indonesia, serta diadakanya Konferensi Meja Bundar.
Sementara Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan HamengkuBuwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia).
(RED) MHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar