HTML

HTML

Senin, 17 Februari 2020

Profesionalisme Oknum JPU Kejari Gunung Kidul Dipertanyakan


YOGYAKARTA, MHI – Dugaan adanya aroma kongkalikong antara Kepala Desa Bendung dengan oknum Jaksa Penuntut Umum (JPU) Gunungkidul untuk memenjarakan AN, seorang wartawan, semakin menyengat. Hal tersebut terlihat dari tuntutan JPU atas perkara pemerasan yang dituduhkan pada AN tanpa Bukti-bukti yang cukup di Pengadilan Negeri Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta,(16/2/2020).


Sebagaimana diketahui, JPU Kejaksaan Negeri Gunungkidul, Siti Junaidah, SH dan Niken Retno Widarti, SH, Kamis (13/2/2020) lalu, membacakan tuntutan terhadap AN yang didakwa melakukan pemerasan terhadap Kepala Desa Bendung. Sejumlah pihak menilai bahwa materi tuntutan kedua JPU tersebut janggal, penuh rekayasa, dan dipaksakan. Wajar jika akhirnya para pihak yang mengamati proses penanganan kasus ini menduga bahwa JPU telah bersekongkol dengan Kades Bendung, Didik Rubiyanto (yang sakit hati karena diberitakan oleh AN terkait perselingkuhan – red) untuk memenjarakan wartawan AN.

JPU mendakwa AN melakukan pemerasan sejumlah Rp. 1 juta terhadap Kepala Desa Bendung, Kecamatan Semin, Kabupaten Gunungkidul, DIY. Atas dugaan tindak pidana pemerasan tersebut, JPU menuntut AN dengan pidana penjara selama 1 tahun 2 bulan.

Menurut JPU, terdakwa AN terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “pemerasan” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 369 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPid). JPU juga meminta hakim memerintahkan agar terdakwa segera menjalani pemidanaan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan hukum tetap.

Ketika ingin dikonfirmasi Awak Media terkait tuntutan atas wartawan AN itu usai persidangan, JPU enggan memberikan keterangan. Keduanya menghindar dari kejaran wartawan dan bergegas meninggalkan tempat serta lari terbirit-birit.

Jaksa Penuntut Umum Tendensius


Secara terpisah, menanggapi tuntutan tersebut, Pimpinan Redaksi SUARAKPK, Imam Supaat saat dikonfirmasi Awak Media mengatakan," Saya menilai  bahwa tuntutan jaksa sangat berlebihan. Menurutnya, JPU tidak melihat dan mempertimbangkan fakta yang terungkap di pengadilan. Bahkan JPU tidak mendengarkan keterangan dan pengakuan para saksi yang diajukan oleh JPU sendiri,"Katanya.

Imam menuturkan bahwa , "Perkara tersebut mempersoalkan kalimat yang tertulis dalam pesan WhatsApp, dimana AN diasumsikan telah mengirim sebuah kalimat meminta uang kepada Kepala Desa Bendung untuk mengkondisikan pemberitaan. “Yang ada, justru AN ini memberitakan semua peristiwa yang dilakukan oleh Kepala Desa Didik Rubiyanto, mulai dari perselingkuhannya, hingga melahirkan anak. Namun Didik Rubiyanto ingkar janji untuk menikahi wanita tersebut sampai sekarang yang sudah berganti tahun,” tutur Imam saat ditemui di base camp Perwakilan Redaksi Media SUARAKPK, Kedungpoh, Ngelipar, DIY, Sabtu (15/2/2020).

Selain itu, lanjut Imam, "AN juga berhasil membongkar dugaan pemalsuan dokumen dan tanda tangan pengambilan pensiun warganya yang sudah meninggal untuk kepentingan pribadi selama hampir dua tahun...AN berhasil mendapatkan bukti surat pernyataan dari Didik Rubiyanto yang mengakui bahwa dirinyalah yang telah melakukan pengambilan dana pensiun warganya yang sudah meninggal di BRI Unit Semit dan berjanji sanggup mengembalikan dana ke PT Taspen Yogyakarta,” jelas Imam.

Lebih lanjut Imam mengungkapkan bahwa , "Saat aparat polisi melakukan “OTT” terhadap AN yang diduga melakukan pemerasan terhadap Didik Rubiyanto, tidak ditemukan bukti apapun berupa uang atau barang pada AN dan istrinya, yang kebetulan bersamanya saat itu..lalu saat penggeledahan di kantor Polsek Semin, Polisi tidak menemukan bukti apapun sebagaimana dituduhkan..Kemudian, AN bersama istrinya dibawa kembali ke tempat dimana dia ditangkap (sebuah warung makan – red). Sesampai di lokasi, ternyata sudah ada amplop yang entah isinya apa di atas meja tempat AN dan istrinya tadi makan,” Ungkap Imam.

"Merasa tidak mengetahui tentang amplop tersebut, lanjut Imam, AN menolak untuk mengakui bahwa ia menerima amplop (yang kemudian diketahui berisi uang Rp. 1 juta) itu. Namun demikian, Polisi memaksa AN untuk mengakui bahwa dirinya menerima amplop tersebut".

"Berdasarkan fakta lapangan dan kesaksian yang disampaikan para saksi di pengadilan, baik yang diajukan oleh JPU maupun terdakwa AN, sangat jelas bahwa AN tidak terbukti menerima uang dan melakukan pemerasan terhadap Kades Bendung Didik Rubiyanto. Oleh karena itu, sangat disayangkan jika JPU telah bersikap tidak adil dalam kasus ini dengan tetap menuntut wartawan AN dengan hukuman 1 tahun 2 bulan penjara," Tandas Imam.

Tuduhan Tanpa Alasan

 
Sebelumnya Penasehat Hukum terdakwa, Ricky Antariksa Soediro,SH, mengatakan pada Awak Media bahwa," Saksi yg diajukan oleh JPU tidak ada yang menyebut bahwa AN meminta dan menerima, sedangkan AN hanya konfirmasi tentang PTSL di Desa Bendung, Kecamatan Semin, Kab.Gunungkidul, sementara menurut pengakuan terdakwa AN, saat mendengarkan keterangan terdakwa dalam persidangan," Katanya usai persidangan pada (4/2/2020).

Lanjut Ricky ,"Terdakwa meminta kepada Majelis Hakim agar membuka HP  untuk membuktikan bahwa ada percapakan meminta uang sebagaimana dituduhkan dlm pemerasan, namun JPU Keberatan jika HP dibuka, dan terdakwa justru dianggap oleh JPU berbelit belit memberikan keterangan, namun justru terdakwa keberatan dengan apa yang dituduhkan kepadanya tanpa menyebut alasannya, sejak ditangkap OTT sampai saat ini AN tidak ditahan, karena kurang cukup bukti yang menguatkan AN untuk dipenjarakan," Jelas Ricky Pada Media Hukum Indonesia dan Koran Republik.

(Ist/ Joggie) MHI LOGO MEDIA HUKUM INDONESIA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No..527/Bth/2023, Pembantah Ajukan Dua Bukti, Turut Terbantah Klaim Autentik, Terbantah Lari Dari Konfirmasi

JAKARTA, MHI - Sidang pembuktian lanjutan kasus sengketa tanah Perkara Perdata Nomor. 527/Bth/2023 kembali di gelar Pengadilan Negeri 1A Jak...

Postingan Terkini


Pilihan Redaksi