HTML

HTML

Selasa, 05 Februari 2019

Presiden : Berpolitik Itu Ada Tata Kramanya, Cak Lontong Bilang ” Mikir…Mikir…Mikiiir…”

Presiden Jokowi menyampaikan sambutan pada acara Sarang Berzikir Bersama Untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Kabupaten Rembang, Jateng, Jumat (1/2) sore.
REMBANG , MHI – Kepala Negara yang hadir di acara tersebut bersama Ibu Negara Iriana Joko Widodo menilai, itu bukan etika berpolitik, bukan adab berpolitik yang baik. Presiden Joko Widodo mengaku sedih melihat perkembangan media sosial (medsos) di tanah air yang begitu banyak fitnah, saling mencela, ujaran kebencian, dan juga begitu banyak ujaran kedengkian.
“Itu tidak ada dalam nilai-nilai sopan santun kita berpolitik. Berpolitik itu ada tata kramanya,” kata Presiden saat menghadiri acara Sarang Berzikir Bersama Untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jateng, Jumat (1/2) sore.
“Sekali lagi, itu bukan etika Indonesia, bukan tata krama Indonesia, bukan nilai-nilai Islam, bukan nilai-nilai yang beradab,” sambung Kepala Negara.
Setiap Lima Tahun Sekali
Sebelumnya pada awal sambutannya Presiden mengingatkan bahwa bangsa kita ini adalah bangsa besar. Tantangan-tantangan yang dihadapi, menurut Presiden, juga tantangan-tantangan besar, karena memang negara Indonesia adalah negara besar.
Ia menyebutkan, penduduk kita sekarang sudah 260 juta, yang hidup di Pulau Jawa kurang lebih 149 juta, sisanya hidup di 17.000 pulau yang kita miliki.
Bangsa Indonesia, sambung Presiden, juga dianugerahi oleh Allah berbeda-beda, beraneka ragam, warna warni, majemuk, bermacam-macam. Ia menambahkan bahwa berbeda suku, berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda bahasa daerah.
Karena itu, Kepala Negara mengingatkan kepada semuanya, marilah terus jaga persatuan dan pelihara persaudaraan, terus rawat dan jaga kerukunan.
“Persaudaraan, ukhuwah islamiah, ukhuwah wathaniyah di dalam bangsa yang besar seperti Indonesia ini sangat sangat penting sekali. Jangan sampai karena hal-hal kecil, karena perbedaan pilihan, baik dalam pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, maupun pilihan presiden, kita ini seperti tidak saudara sebangsa dan setanah air,” tutur Kepala Negara.
Presiden Jokowi mengingatkan, yang namanya pemilu, baik pilkada, pileg, pilpres itu setiap lima tahun selalu ada, selalu ada.
Karena itu, Presiden menuturkan, kalau ada pilihan bupati pilihannya ada 1/2/3/4 ya dilihat saja gampang, dilihat prestasinya apa, pengalamannya apa, programnya apa dilihat, gagasan-gagasan besarnya apa untuk daerahnya, ide-idenya apa untuk daerahnya, sudah, setelah itu bismillah, pilih.
“Eggak usah pakai ramai-ramai, pakai fitnah-fitnah, pakai saling mencela, pakai saling mengejek, pakai saling nyinyir, pakai saling menghina,” ujar Presiden.
Menurut Kepala Negara, itu bukan nilai-nilai agama yang dianut, itu bukan nilai-nilai islami, itu bukan nilai-nilai keindonesiaan. Bangsa Indonesia, menurut Presiden, memiliki etika, memiliki tata krama, memiliki sopan santun, dan memiliki budi pekerti.

Sudah 4 Tahun Ini, Saya Diam Saja Direndahkan, Dimaki, Dihina dan Difitnah

Presiden berbincang dengan K.H. Maimoen Zubair pada acara Sarang Berzikir Bersama Untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jateng, Jumat (1/2) sore.
Presiden Joko Widodo mengemukakan, sudah empat tahun ini, dirinya entah direndahkan, entah dimaki, entah dihina, entah difitnah, tapi diam saja.
“Sabar, sabar ya Allah, sabar. Saya hanya begitu saja,” kata Presiden saat memberikan sambutan.
Tetapi, Kepala Negara menegaskan, kadang-kadang hal itu perlu dijawab. Ia menyebutkan selama empat tahun dibilang PKI dirinya diam saja, juga dibilang antiulama.
“Masak saya diam, ya saya jawab sekarang. Dibilang kriminalisasi ulama masak saya diam, ya saya jawab sekarang,” ujar Kepala Negara.
Jawab Isu PKI dan Kriminalisasi Ulama
Mengenai PKI, Presiden yang didampingi Ibu Negara Iriana Joko Widodo menegaskan, PKI itu dibubarkan tahun 1965/1966, sementara dirinya lahir tahun 1961.
Artinya, lanjut Presiden, umur dirinya masih masih empat tahun, masih balita. “Enggak ada PKI balita,” tegasnya.
Gambar mungkin berisi: 2 orang, orang tersenyum, orang duduk dan dalam ruanganPresiden berbincang dengan K.H. Maimoen Zubair pada acara Sarang Berzikir Bersama Untuk Indonesia Maju di Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, Rembang, Jateng, Jumat (1/2) sore.  
Yang kedua, mengenai antiulama. Presiden menyampaikan,  tiap hari, tiap minggu dirinya masuk pondok pesantren dan bertemu dengan ulama. Terus dirinya juga yang tanda tangan Peraturan Presiden (Perpres)  Hari Santri tanggal 22 Oktober.
“Masak antiulama tanda tangan Hari Santri. Logikanya itu memang harus kita pakai,” ucap Presiden .
Sedangkan terkait isu kriminalisasi ulama, Presiden mempertanyakan ulama mana yang dikriminalisasi?
Menurut Presiden, atau kriminalisasi itu, tidak ada kasus hukum, tidak mempunyai kasus hukum, kemudian dimasukkan ke sel, itu namanya kriminalisasi.
“Kalau ada kasus hukumnya, ada masalah hukum, ada yang melaporkan, aparat kemudian melakukan penyelidikan, penyidikan, kemudian dibawa ke lembaga yudikatif yang namanya pengadilan, yang memutuskan di pengadilan, kalau memang dianggap tidak salah ya mesti bebas,” tegas Presiden .
Acara Sarang Berzikir Bersama Untuk Indonesia Maju itu dihadiri oleh Pemimpin Pondok Pesantren Al Anwar, Rembang, K.H. Maimoen Zubair, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.
(DND/JL/DID/IR/ES) MHI Image result for logo media hukum indonesia

1 komentar:



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi