Djamhur selaku saksi yang dihadirkan pihak terkait memberikan kesaksian dalam sidang perkara pengujian UU Advokat.
JAKARTA,MHI – Keputusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 berakibat pada menjamurnya organisasi advokat yang baru tanpa terkendali. Oleh karena itu, Mahkamah Agung harus bertanggung jawab atas kekisruhan organisasi advokat saat ini. Keterangan ini disampaikan Djamhur selaku saksi yang dihadirkan KAI Tjoetjoe Sandjaja (Pihak Terkait) dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat (UU Advokat) di Ruang Sidang Pleno MK,Kamis (10/1).
Lebih lanjut, Djamhur mengisahkan bahwa terhadap perkara yang teregistrasi Nomor 35/PUU-XVI/2018 ini, yang terkait dengan persoalan organisasi advokat yang semakin kacau dan tidak jelas harus diselesaikan melalui pembentukan UU Advokat yang baru dan bukan melalui uji undang-undang ke MK. “Apalagi UU ini sudah 20 kali diujikan di MK. Jadi, hanya sia-sia saja dan tidak mungkin lagi berulang kali diuji di MK, kecuali harus dibentuk UU Advokat yang baru. Itu baru tepat,” terang Djamhur menanggapi permohonan yang diajukan oleh sejumlah Advokat yang terdiri atas Bahrul Ilmi Yakup, Shalil Mangara Sitompul, Gunadi Handoko, Rynaldo P. Batubara, Ismail Nganggon, dan perseorangan warga negara calon advokat atas nama Iwan Kurniawan.
Wadah Tunggal Sementara
Dalam sidang tersebut, Abdul Rahim Hasibuan yang hadir sebagai saksi Pihak Terkait dari KAI Siti Jamaliah memberikan keterangan bahwa Peradi adalah nama organisasi wadah tunggal sementara sampai digelar Munas para advokat yang terdiri atas delapan organisasi advokat yaitu Ikadin, AAI, IPHI, HAPI, SPI, AKHI, HKHPM, dan APSI. Namun dalam perjalanannya, terjadi perbedaan untuk pelaksanaan musyawarah nasional guna menentukan organisasi tunggal advokat. Akibatnya terjadi perpecahan yang berujung beberapa organisasi advokat mengundurkan diri dari Peradi dan membentuk kepanitiaan Munas para advokat pada 30 Mei 2008.
“Munas inilah yang hasilnya kemudian sesuai dengan amanat Pasal 28 ayat (2) UU Advokat dan melahirkan organisasi advokat yang diberi nama Kongres Advokat Indonesia,” ujar Abdul yang pernah menjabat sebagai Sekjen Ikatan Penasihat Hukum Indonesia di hadapan sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman.
Amanat UU Advokat
Sementara itu, John Richard Latuihamallo selaku saksi Pihak Terkait dari KAI Siti Jamaliah pun memberikan keterangan bahwa KAI adalah organisasi yang dibentuk melalui kongres seluruh advokat Indonesia sesuai amanat UU Advokat. Dalam musyawarah nasional pada Mei 2008, tambah John, seluruh advokat melakukan musyawarah secara langsung dengan menggunakan one man one vote. Sehingga melahirkan KAI yang legitimasinya sesuai amanat UU Advokat. “KAI-lah yang telah melaksanakan amanat UU Advokat, sedangkan Peradi tidak melaksanakan amanah UU Advokat,” sampai John yang telah berprofesi sebagai advokat sejak 1996.
Pada sidang terdahulu para Pemohon menyatakan tidak mendapat kepastian hukum akan organisasi advokat yang sah dan konstitusional untuk melaksanakan wewenang yang diatur dalam UU Advokat. Para Pemohon mendalilkan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat saat ini bersifat multitafsir yang memungkinkan pihak-pihak tertentu seperti Kongres Advokat Indonesia (KAI), dan Perhimpunan Advokat Republik Indonesia (Peradri), atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia memberi tafsiran berbeda atau tafsiran lain yang inkonstitusional karena tidak sesuai dengan original intent atau tujuan teleologis pembentukan norma frasa “organisasi advokat” yang diatur dalam Undang-Undang Advokat. Hal itu dapat dijelaskan dengan adanya tafsir dari KAI terkait organisasi advokat yang berhak melaksanakan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang Advokat adalah “Kongres Advokat Indonesia”. KAI dalam hal ini bermaksud menghimpun para advokat Indonesia dalam wadah tunggal sebagaimanadiamanatkan oleh Undang-Undang Advokat ex Pasal 10 huruf a Akta Pendirian Organisasi Kongres Advokat Indonesia.
Sebelum menutup persidangan Anwar menyampaikan persidangan selanjutnya akan digelar pada Rabu, 23 Januari 2019 pukul 10.00 WIB dengan agenda mendengarkan keterangan dua ahli dan dua saksi Pihak Terkait dari Peradi.
(SP/Lulu/LA) MHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar