Atas pertimbangan tersebut, pada 15 Agustus 2018, Presiden Jokowi telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2015 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (tautan: Perpres_Nomor_66_Tahun_2018).
Dalam Perpres itu disebutkan, Badan Pengelola Dana menetapkan prioritas penggunaan Dana, berdasarkan kebijakan yang ditetapkan Komite Pengarah dan memperhatikan program pemerintah (sebelumnya memperhatikan program pemerintah dan kebijakan komite pengarah, red).
Penelitian dan pengembangan kelapa sawit sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, dilakukan untuk peningkatan pengetahuan tentang pemuliaan, budi daya, pascapanen dan pengolahan hasil, industri, pasar, rantai nilai produk hasil perkebunan dari hulu ke hilir, dan pengembangan Usaha Perkebunan kelapa sait.
“Dalam rangka penelitian dan pengembangan Perkebunan Kelapa Sawit dilakukan pembentukan dan/atau penguatan lembaga riset yang telah ada dengan fokus kepada pengembangan teknologi, sektor industri, inovasi produk, skema pembiayaan, pengetahuan pasar, adopsi lingkungan hidup,” bunyi Pasal 13 ayat (2) Perpres ini.
Perpres ini menegaskan, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia Perkebunan Kelapa Sawit, dan sarana dan prasarana perkebunan kelapa sawit, yang menggunakan Dana diatur dengan Peraturan Menteri Pertanian dengan memerhatikan kebijakan Komite Pengarah.
Dalam Perpres ini ditegaskan, penggunaan Dana untuk kepantingan penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati jenis biodiesel dimaksudkan untuk menutup selisih kurang antara harga indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar dengan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodesel.
“Harga indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar dan harga indeks pasar bahan bakar nabati jenis biodesel ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,” tulis Pasal 18 ayat (2) Perpres tersebut.
Selisih kurang sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini, berlaku untuk semua jenis bahan bakar minyak jenis minyak solar.
Perpres ini juga menyebutkan, penyediaan bahan bakar nabati jenis biodiesel dilakukan melalui mekanisme penunjukan langsung.
Sementara harga penyaluran bahan bakar nabati jenis biodiesel yang akan dicampurkan untuk bahan bakar minyak, menurut Perpres ini, menggunakan indeks pasar bahan bakar minyak jenis minyak solar.
“Badan Usaha penyalut jenis bahan bakar minyak yang menyalurkan bahan bakar nabati jenis biodiesel, wajib melakukan pencampuran bahan bakar nabati jenis biodiesel dengan bahan bakar minyak jenis solar sesuai dengan persentase yang ditetapkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral,” bunyi Pasal 19 ayat (4) Perpres ini.
Komite Pengarah
Perpres ini secara tegas menyebutkan, Komite Pengarah mempunyai tugas: a. menyusun kebijakan dalam penghimpunan dan penggunaan Dana termasuk kebijakan pengelolaan Dana untuk memperoleh nilai tambah secara berkelanjutan; dan b. melakukan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan penghimpunan dan penggunaan Dana.
Komite Pengarah, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. Ketua: Menko Perekonomian; b. Anggota: 1. Menteri Pertanian; 2. Menteri Keuangan; 3. Menteri Perindustrian; 4. Menteri Perdagangan; 5. Menteri ESDM; 6. Menteri BUMN; 7. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas (dua terakhir merupakan penambahan di banding Perpres sebelumnya, red).
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 66 Tahun 2018, yang diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 15 Agustus 2018 itu.
(JL/ES) MHI
Sumber:(Pusdatin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar