HTML

HTML

Kamis, 05 Juli 2018

MK Gelar Sidang Lanjutan Uji UU No 19 Tahun 2003 Tentang BUMN


Kantor_kementerian_BUMN_1
JAKARTA ,02/07/2018 – Harus ada pemisahan yang tegas antara kekayaan pemilik modal siapa pun pemiliknya dengan kekayaan BUMN sebagai badan hukum. Sebab, dua kelompok kekayaan ini tidak bisa dicampur. Hal tersebut disampaikan Revrisond Baswir selaku ahli Pemerintah dalam sidang lanjutan uji Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Sidang yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman ini digelar pada Selasa di Ruang Sidang Pleno MK.
revrisond
Menurut Revrisond, konsekuensi dari BUMN sebagai badan hukum, adalah kekayaan atau aset BUMN berdiri sendiri terpisah dari kekayaan para pemilik modalnya. Selain itu,kewenangan terhadap kekayaan BUMN berada di tangan para pengurus BUMN dan bukan di tangan para pemilik modal BUMN. Lainnya,kewenangan pemilik modal BUMN terhadap kekayaan BUMN terbatas dalam lingkup kewenangan sebagai pemilik modal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Hal yang sangat dasar dan prinsip sekali ketika bicara BUMN adalah harus ada pemisahan yang tegas antara kekayaan pemilik modal dan kekayaan BUMN sebagai badan hukum. Jadi, walaupun BUMN 100% dimiliki oleh seorang pemilik modal, tidak bisa dia mengambil kekayaan badan hukum itu karena kewenangan terhadap kekayaan badan hukum ada di tangan pengurus badan hukum, sedangkan kewenangan pemilik modal sejauh sebagai pemilik modal saja,” jelas pakar ekonomi kerakyatan tersebut.
Pada sidang yang sama, Refly Harun selaku ahli yang juga dihadirkan Pemerintah menyampaikan pandangannya terhadap pengujian norma a quo yang dikhawatirkan Pemohon dalam petitumnya yang memohon agar Pasal 2 ayat (1) huruf a dan huruf b serta frasa ditetapkan dengan peraturan pemerintah dalam Pasal 4 ayat (4) UU BUMN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Menurut Refly, konstitusionalitas norma a quo berkaitan dengan tujuan BUMN.
Berdasarkan ketentuan mengenai pengelolaan BUMN, termasuk penyertaan modal terhadap anak perusahaan berupa inbreng aset BUMN tidak dilakukan berdasarkan sistem APBN. Melainkan berdasarkan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat atau tata kelola perusahaan yang baik. Hal tersebutlah, tambah Refly, yang menyebabkan holdingisasi tidak membutuhkan izin dari DPR karena tidak ada perubahan terhadap struktur APBN. “Jadi, saham negara hanya digeser saja dari satu BUMN ke BUMN induknya, dan kontrol pemerintah terhadap BUMN yang menjadi anak BUMN itu tidak hilang,” tegas Refly.
zammk050318-2
Sebelumnya, Albertus Magnus Putut Prabantoro, dkk., selaku Pemohon mendalilkan dua pasal dalam UU BUMN tersebut merugikan hak konstitusionalnya karena keberadaan pasal-pasal tersebut telah diselewengkan secara normatif dan menyebabkan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Persero.
Dalam PP yang juga dikenal dengan PP Holding BUMN Tambang tersebut, terdapat tiga BUMN yang dialihkan sahamnya kepada PT Indonesia Asahan Aluminium Persero (Inalum).Adapun tiga BUMN yang dimaksud yakni Perusahaan Perseroan (Persero) PT Aneka Tambang Tbk, Perusahaan Perseroan (Persero) PT Timah Tbk, serta Perusahaan Perseroan (Persero) PT Bukit Asam Tbk.Selain itu, Pemohon menilai implimentasi dari UU BUMN tersebut juga telah menunjukkan akibat dari penyertaan modal negara pada BUMN lain sehingga BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN lainnya.
Akibatnya, ketentuan ini telah menghilangkan BUMN dan dapat dikategorikan sebagai privatisasi model baru karena adanya transformasi bentuk BUMN menjadi anak perusahaan BUMN tanpa melalui mekanisme APBN dan persetujuan DPR RI.
(IR/SP/LA/JL) MHI LOGO MEDIA HUKUM INDONESIA 01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi