JAKARTA ,21 Juni 2018 – Dalam polemik pengangkatan Sekretaris Utama Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Komjen Pol Mochammad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, salah satu yang disorot para pengkritik adalah soal klausul pengunduran diri dari dinas aktif kepolisian, seperti tertera dalam UU Kepolisian. Mereka yang menggugat pengangkatan tersebut berpendapat, harusnya Komjen Iriawan mundur dari dinas aktif kepolisian.
Menanggapi itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menjelaskan tentang yang dimaksud dengan pengunduran diri dari dinas aktif merujuk pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Sipil Negara. Pengaturan tentang pengunduran diri dari dinas aktif di UU ASN, diatur dalam Pasal 109 dan Pasal 110. Sementara dalam PP Nomor 11 Tahun 2017, diatur dalam Pasal 157 dan Pasal 159. Juga telah dijelaskan pula Pasal 1 angka 3 PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
” Pasal 1 angka 3 PP Nomor 1 Tahun 2003 telah menegaskan bahwa segala aktifitasnya kedinasan yang dilakukan anggota dalam lembaga kepolisian,” katanya.
Sementara dalam kontek Komjen Iriawan, menurut Tjahjo, saat ini yang bersangkutan statusnya adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya (JPT Madya) karena menjabat sebagai Sekretaris Utama Lemhanas. Maka tentu yang bersangkutan tidak lagi dinas aktif dalam lembaga kepolisian. Mengenai munculnya pertanyaan kenapa tidak mengundurkan diri? Tjahjo menjelaskan selain penjelasan di angka 1, hal tersebut sesuai amanat Pasal 9 PP Nomor 21 Tahun 2002 tentang
Perubahan Atas PP Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Pengalihan Status Anggota Tentara Nasional Indonesia Dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia Menjadi Pegawai Negeri Sipil Untuk Menduduki Jabatan Struktural Sebagaimana Telah Diubah dengan PP Nomor 4 Tahun 2002.” Dalam PP Nomor 21 Tahun 2002 dinyatakanbahwa terhadap penugasan TNI/Polri pada instansi tertentu tidak perlu alih status menjadi PNS,” ujarnya.
Maka kata dia, dengan demikian secara status Komjen Iriawan masih polisi namun tidak lagi berdinas aktif karena mendapat penugasan sebagai Sekretaris Utama Lemhanas (Sestama Lemhanas).Sestama Lemhanas, menurut Tjahjo, adalah Jabatan Pimpinan Tinggi Madya.
” Dengan begitu Pak Iriawan memenuhi syarat diusulkan sebagai Pj Gubernur Jabar sebagaimana amanat Pasal 201 ayat (10) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota,” ujarnya.
Jika Terbukti Melanggar , Besok Bisa dicopot !
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan, curiga boleh saja. Bahkan masyarakat atau publik harus terus mengawasi para penjabat gubernur. Pengawasan sangat penting memastikan, apakah seorang penjabat gubernur itu netral atau tidak. Dalam konteks Komjen Iriawan, jika memang masyarakat atau siapa pun menduga dan punya bukti yang bersangkutan tidak netral, dipersilahkan melapor. Terbukti bisa dicopot.
” Kalau kira- kira Pak Iriawan memilih satu pasangan calon yang dicurigai silahkan digugat tidak apa-apa. Langsung laporkan, ada bukti, pecat. Saya kira enggak apa-apa,” kata Sumarsono di Jakarta.
Mengenai Penjabat Gubernur menurut Sumarsono, tidak harus dari Kemendagri. Yang penting, pejabat tersebut memenuhi syarat yang diatur dalam UU atau peraturan yang jadi payung hukumnya. Pertimbangannya lainnya adalah, yang bersangkutan menguasai.
” Bisa orang lain tidak harus dari Kemendagri. Jadi pemerintah pusat bukan hanya Kemendagri. Nanti kita minta di Kumham (Kementerian Hukum dan HAM), minta di Menkopolhukam, minta di Lemhanas. Siapa saja bisa tergantung kompetensinya. Di sini sudah dibagi habis di Maluku, Bali, Jatim, begitu yang sesuai dengan kemampuannya,” tuturnya.
Sumarsono juga menjelaskan dalam penempatan seorang Pj gubernur, tak harus yang bersangkutan putra asli daerah. Ia contohkan dirinya yang jadi PJ gubernur di Sulawesi Selatan. Ia bukan asli Sulawesi Selatan. Pun ketika dia menjadi Plt Gubernur DKI Jakarta.
” Penguasaan tidak harus saya juga bukan Sulsel, saya kesana. Karena pengalaman di DKI dan semuanya. Jadi bukan karena itu. Penguasaan daerah menjadi pertimbangan utama, dan proses pengambilan keputusan itu diputuskan bersama, ada track recordnya,” katanya.
Terkait kekhawatiran Komjen Iriawan tidak netral dan punya kemampuan memobilisasi dukungan untuk pasangan calon tertentu, Sumarsono menepisnya.. Tapi ia yakin Komjen Iriawan akan menjaga integritas. Di samping itu juga, hari pemungutan suara tinggal hitungan hari. Kecil kemungkinan, jika kemudian Pj gubernur Jabar ‘bermain’.
” Kalau memang ada pelanggaran terhadap mobilisasi mendukung salah satu secara etik calon dari polisi, itu bisa besok pagi diberhentikan dari Pj gubernur, ” kata Sumarsono.
Sestama Lemhanas adalah Jabatan ASN
Sumarsono menegaskan jabatan Sestama Lemhanas adalah jabatan Aparatur Sipil (ASN) kemudian bahwa jabatan ASN bisa diisi oleh PNS, swasta melalui lelang atau bisa oleh anggota TNI dan Polri.
” Dalam konteks ini Sestama jabatan ASN diisi oleh anggota Polri. Dan karena Sestama lemhanas termasuk instansi tertentu yang menurut PP Nomor 21 Tahun 2002 tadi adalah dikhususkan tidak harus mundur maka pejabatnya yang namanya iriawan tidak mundur, tapi masih aktif sebagai anggota Polri,” tutur Sumarsono di gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) di Jakarta.
Jadi lanjut Sumarsono, secara administratif, Iriawan memang polisi aktif. Namun dari segi kedinasan sudah diserahkan komandonya di bawah gubernur Lemhanas. Jadi statusnya sebagai polisi tetap, tapi secara dinas resmi itu telah terjadi pengalihan komando dari Kapolri ke Lemhanas.
” Oleh karna itu permohonan izin kita bukan kepada Bapak Kapolri tetapi pada yang terhormat Gubernur Lemhanas,” katanya.
Terkait wacana hak angket yang digulirkan beberapa fraksi partai di DPR, Sumarsono mengatakan, pemerintah dalam hal ini Kemendagri dalam posisi menghormati. Karena diantara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif masing-masing punya hak dan kewenangan. Dan itu harus dihormati. Termasuk ketika DPR misalnya hendak menggulirkan hak angket. Tentunya harus dihormati pula, karena itu memang hak dari parlemen.
” Jadi DPR mau membuat hak angket, hak interpelasi namanya apa pun, kami hormati. Sebagai pemerintah dan kami siap memberikan penjelasan dan kami tentunya akan juga mengikuti kepada dewan kapan diundang dan seterusnya,” kata Sumarsono.
Pemerintah lanjut Sumarsono, tentunya tak punya hak untuk melarang maupun mengatakan jangan terhadap rencana hak angket parlemen. Tapi yang jelas posisi pemerintah siap untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan secara rasional. Khususnya soal pengangkatan penjabat gubernur di Jawa Barat.
” Kami siap memberikan penjelasan secara rasional bahwa seluru pengangkatan penjabat gubernur Jawa Barat ini tidak melanggar aturan. Jadi saya kira itu dan kami sangat siap. Serahkan saja terhadap proses yang berlangsung mau angket atau kemudian yang lainnya silahkan saja,” ujarnya.
Kemendagri Serap Masukan dari Para Tokoh Sunda
Sumarsono menegaskan, diusulkannya nama Komjen Mochammad Iriawan sebagai Penjabat Gubernur Jawa Barat, sudah ditimbang masak-masak. Tidak hanya dari sisi regulasi, tapi juga pemerintah mendapat banyak masukan yang kemudian diserap, sebelum akhirnya memutuskan mengangkat Komjen Iriawan.
” Jangan dikira penetapan Pak Iriawan tidak ada masukkan. Masukkan tokoh tokoh Jabar (Jawa Barat) termasuk Pak Solihin GP dan seterusnya, itu banyak sekali yang memberikan masukkan penuh. Jadi masukan banyak sekali,” kata Sumarsono di kantor Kementerian Dalam Negeri.
Sumarsono pun mengibaratkan orang yang hendak memilih pacar. Ketika ada beberapa calon yang disuka, tentunya akan ditimbang masak-masak mana yang cocok dan sesuai kriteria. Begitu juga saat menentukan calon penjabat gubernur.
” Sebuah proses pengambil keputusan sama dengan kita pacaran, satu dua calon, pilih A kenapa pilih A kan sulit memberikan jawaban, itu namanya diskresi pengambil keputusan kenapa si a b atau c. Tapi menurut pengamatan saya yang jelas Pak Iriawan yang pertama dia memang memiliki atau menguasai, dia juga adalah putra Sunda, pernah memiliki pengalaman sebagai Kapolda, tahu seluk beluk Jabar,” katanya.
Dan yang harus diingat, kata dia, yang namanya Kapolda, pasti hubungannya dengan pelayanan pemerintahan. Ia yakin Iriawan bisa memahami. Jadi dari sisi kompetensi tak usah diragukan. Pemerintah tentunya sebelum mengangkat menelaah dulu dari sisi kompetensi calon penjabat. Tidak asal pilih.
” Tapi tentunya ada pertimbangan lain, banyak sekali dalam mengambil keputusan. Banyak, berbagai pertimbangan. Yang jelas hari ini dilantik, hari ini Minggu tenang, hari ini adalah proses Pilkada dan kita sudah yakin seyakin yakinnya bahwa pak Iriawan bisa netral,” ujarnya.
Sumarsono juga hakul yakin dengan komitmen seluruh pejabat Kemendagri yang ditempatkan jadi penjabat untuk tak memihak dalam Pilkada. Lebih baik, awasi saja kinerja seluruh penjabat gubernur, termasuk Komjen Iriawan.” Kita lihat nanti di lapangan, kita pantau bersama performence seorang Iriawan,” kata dia.
(Irfan/Iksan) MHI
Sumber :Puspen Kemendagri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar