Atas pertimbangan tersebut, pada 26 Maret 2018, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 18 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2014 tentang Dokter Kepresidenan (tautan: Perpres Nomor 18 Tahun 2018).
Perpres ini memasukkan Tamu Negara yaitu Kepala Negara dan/atau Kepala Pemerintahan yang melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia sebagai bagian yang harus diberikan layanan pemeliharaan kesehatan oleh Dokter Kepresidenan selain Presiden dan keluarganya, Wakil Presiden dan keluarganya, mantan Presiden dan istri/suami, dan mantan Wakil Presiden dan istri/suami.
“Layanan pemeliharaan kesehatan sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai dengan standar dan prosedur dan layanan medik,” bunyi Pasal 3 ayat (2) Perpres ini.
Menurut Perpres ini, Ketua Dokter Kepresidenan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara (sebelumnya tidak ada kata melalui Menteri Sekretaris Negara, red).
Selain itu Perpres ini juga menghilangkan ketentuan bahwa Wakil Dokter Kepresidenan dijabat secara ex officio oleh Kepala Rumah Sakit Rujukan tertinggi nasional (yang sebelumnya diatur dalam Perpres No, 36/2014).
Adapun mengenai Dokter Kepresidenan, menurut Perpres No. 18 Tahun 2018 ini, dapat berasal dari Pegawai Negeri Sipil (PNS), prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), serta Pegawai Lainnya.
“Pegawai Lainnya sebagaimana dimaksud merupakan pegawai yang berasal dari non-Pegawai Negeri Sipil, non-prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan non-anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia,” bunyi Pasal 11 ayat (2) Perpres ini (sebelumnya tidak diatur ketentuan ini, red).
Ditegaskan dalam Perpres ini, Ketua, Wakil Ketua, Dokter Pribadi Presiden, Dokter Pribadi Wakil Presiden, dan Anggota Panel Ahli diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Sekretaris Negara.
Rumah Sakit Rujukan
Menurut Perpres ini, layanan pemeliharaan kesehatan yang lebih lengkap oleh Dokter Kepresidenan dilakukan pada rumah sakit rujukan kepresidenan. Rumah sakit sebagaimana dimaksud terdiri atas: a. rumah sakit rujukan utama; dan b. rumah sakit rujukan pembantu.
“Rumah sakit rujukan utama sebagaimana dimaksud mempunai pelayanan medik lengkap dan terakreditasi nasional dan internasional. Rumah sakit dimaksud merupakan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Subroto,” bunyi Pasal 22 ayat (3,4) Perpres ini.
Adapun rumah sakit rujukan pembantu, menurut Perpres ini, terdiri atas: a. Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto; b. Rumah Sakit TNI Angkatan Udara dr. Esnawan Antariksa; c. Rumah Sakit TNI Angkatan Laut Dr. Mintoharjo; d. Rumah Sakit Pusat Pertamina; dan e. Rumah Sakit Palang Merah Indonesia Bogor.
(Sebagai catatan, nama-nama rumah sakit tersebut tidak diatur dalam Perpres sebelumnya, yaitu Perpres No. 36/2014, red).
Namun demikian, menurut Perpres ini, dalam kondisi tertentu apabila diperlukan, layanan pemeliharaan kesehatan kepada Presiden dan keluarganya, Wakil Presiden dan keluarganya, mantan Presiden dan istri/suami, dan mantan Wakil Presiden dan istri/suami, serta Tamu Negara, dapat dilakukan di rumah sakit selain rumah sakit rujukan kepresidenan yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud, dengan tetap memperhatikan standar pelayanan terbaik serta kecepatan dan ketepatan waktu.
Adapun layanan kesehatan bagi Tamu Negara, menurut Perpres ini, dilakukan dengan berpedoman pada standar dan prosedur layanan medik yang diberikan atas permintaan dan setelah berkoordinasi dengan perwakilan negara yang bersangkutan.
Segala biaya yang diperlukan bagi layanan kesehatan kepada Presiden dan keluarganya, Wakil Presiden dan keluarganya, mantan Presiden dan istri/suami, dan mantan Wakil Presiden dan istri/suami, serta Tamu Negara itu, serta pelaksanaan tugas Dokter Kepresidenan, menurut Perpres ini, dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan Kementerian Sekretariat Negara.
“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 28 Maret 2018 itu.
(IR/ES) MHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar