JAKARTA , 23 Mar 2018 – Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyambut baik penerbitan Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2018 tentang Kebijakan Industri Nasional 2015-2019, yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2018 lalu.
Ia menilai, dengan adanya Perpres tersebut, maka Indonesia punya arahan jelas ke depan dalam pengembangan industri agar lebih berdaya saing global.
“Dalam hal ini, pemerintah terus menciptakan iklim investasi yang kondusif serta memberi kemudahan bagi para pelaku usaha untuk menjalankan bisnisnya di Indonesia,” kata Airlangga di Jakarta, Kamis .
Dalam Pasal 1 ayat (2) Perpres tersebut ditegaskan, Kebijakan Industri Nasional (KIN) 2015-2019 sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015-2019, dan merupakan arah dan tindakan untuk melaksanakan pencapaian pembangunan industri tahap I tahun 2015-2019, yang ditetapkan dalam Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035.
Menperin Airlangga Hartarto menjelaskan, sasaran dari Perpres ini antara lain adalah fokus pengembangan industri, tahapan capaian pembangunan industri, dan pengembangan sumber daya industri. Selanjutnya, pengembangan sarana dan prasarana industri, pemberdayaan industri, pengembangan industri prioritas serta industri kecil dan menengah, pengembangan perwilayahan industri, serta fasilitas fiskal dan nonfiskal.
“Dalam menyusun regulasi, kami selalu mendengarkan masukan dari para pelaku industri nasional,” ungkap Airlangga.
Adapun, beberapa tujuan yang ditetapkan di beleid itu hingga tahun 2019, di antaranya meningkatkan laju pertumbuhan industri pengolahan nonmigas sebesar 5,5-6,2 persen. Peran industri manufaktur dalam perekonomian ditargetkan bisa berkontribusi sebesar 18,2-19,4 persen. Selain itu, upaya peningkatkan ekspor produk industri dalam negeri.
“Melalui Perpres tersebut, pemerintah juga menetapkan sektor-sektor industri yang menjadi andalan masa depan, terdiri dari industri pangan, industri farmasi, kosmetik dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka, industri alat transportasi, industri elektronika dan telematika, serta industri pembangkit energi,” ungkap Airlangga.
Ia berharap, aktivitas industri manufaktur konsisten memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional, misalnya meningkatkan nilai tambah bahan baku dalam negeri, menyerap banyak tenaga kerja, menghasilkan devisa dari ekspor, serta penyumbang terbesar dari pajak dan cukai.
Oleh karenanya, lanjut Airlangga, Kementerian Perindustrian bertekad menjalankan program hilirisasi industri. “Jadi, jangan sampai kita terus mengekspor sumber daya alam mentah kita tanpa ada pengolahan,” ujar Airlangga seraya menambahkan, penghiliran yang telah menunjukkan hasil signifikan, meliputi produk berbasis agro dan tambang mineral seperti turunan kelapa sawit, stainless steel, hingga produk smartphone.
Menperin Airlangga Hartarto mengemukakan, apabila dilihat dari sisi pertumbuhan manufacturing value added (MVA), Indonesia menempati posisi tertinggi di antara negara-negara di ASEAN.
MVA Indonesia, ungkap Airlangga, mampu mencapai 4,84 persen, sedangkan di ASEAN berkisar 4,5 persen. Di tingkat global, Indonesia saat ini berada di peringkat ke-9 dunia.
“Dari sektor manufaktur, Indonesia secara persentase untuk kontribusinya terhadap PDB, masuk dalam jajaran lima besar dunia. Mengungguli Jepang, India, dan Amerika Serikat. Bahkan ekonomi Indonesia sudah masuk dalam one trillion dollar club, atau sepertiga dari ekonominya ASEAN,” imbuh Airlangga.
(SM/JL/ES) MHI
Sumber: (Humas Kemenperin)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar