HTML

HTML

Kamis, 22 Februari 2018

MK Gelar Sidang Uji UU Akses Informasi Keuangan

Hasil gambar untuk pengujian UU Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan
JAKARTA , 20 Februari 2018 – Keberadaan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang (UU Akses Informasi Keuangan) memberikan keadilan bagi para pembayar pajak. Hal ini ditegaskan Mantan Menteri Keuangan RI Muhammad Chatib Basri selaku Ahli Pemerintah dalam sidang uji UU Akses Informasi Keuangan pada Senin siang.
Hasil gambar untuk Mantan Menteri Keuangan RI Muhammad Chatib Basri
Menurut Chatib, berlakunya UU Akses Informasi Keuangan, meningkat rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu, lanjutnya, keberadaan UU a quo dapat menggali akses para pembayar pajak yang berada di dalam maupun luar negeri. “Karena dengan undang-undang ini, maka Direktorat Jenderal Pajak akan memiliki akses informasi terhadap siapa pun, sehingga tidak lagi terjadi keluhan yang seringkali kita dengar mengenai berburu di kebun binatang,” ujarnya dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Arief Hidayat tersebut.
Kemudian, Chatib menyebut kerugian justru dialami negara jika UU Akses Informasi Keuangan dibatalkan. Implikasi dibatalkannya UU tersebut, yakni negara akan kehilangan akses bagi pembayar pajak yang berada di dalam maupun luar negeri. “Rp4.884 triliun bukanlah angka yang sedikit. Angka ini akan sangat penting dan sangat bermanfaat dan berarti sekali bila bisa digunakan untuk meningkatkan kualitas dari pembangunan kita,” cetusnya menyebut jumlah kerugian yang akan dialami negara dengan dibatalkannya UU Akses Informasi Keuangan.
Pentingnya Akses Keuangan
Hasil gambar untuk Pengamat Perpajakan Darussalam
Sementara itu, Pengamat Perpajakan Darussalam menjelaskan Indonesia menganut self-assesment system dan world wide tax system. Artinya, dalam sistem yang dianut ini, wajib pajak diberi kepercayaan oleh pemerintah untuk menghitung, memperhitungkan, dan membayar serta melaporkan pajaknya sendiri. Selain itu, lanjutnya, wajib pajak berdasarkan world wide tax system, dikenakan pajak atas penghasilan yang bersumber dari dalam maupun luar negeri. Sementara fungsi pemerintah hanya melakukan pembinaan, penelitian dan pengawasan atas kewajiban perpajakan yang dilakukan secara sendiri oleh wajib pajak.
“Oleh karena itu, bagaimana pemerintah bisa mengawasi kebenaran kewajiban pajak dari wajib pajak kalau tidak tersedia akses informasi keuangan? Di samping itu, bagaimana pemerintah bisa mengawasi wajib pajak dalam negeri Indonesia dari sumber penghasilan yang di luar negeri kalau pemerintah tidak mendapatkan informasi keuangan dari negara lain?” tambah Darussalam.
Oleh sebab itu, sambung Darussalam, di sinilah pentingnya akses informasi keuangan, baik domestik maupun secara internasional itu dibutuhkan oleh pemerintah Indonesia. Karena situasi pajak maupun dengan sistem pajak yang dianut, tidak mengherankan tax ratio Indonesia masih tergolong rendah, yaitu di angka 10,8%. Padahal menurut IMF, standar minimal untuk dapat membangun bangsa, melakukan pembangunan secara berkelanjutan dibutuhkan tax ratio sebesar 12,75%. “Informasi akses keuangan untuk kepentingan perpajakan diperlukan hadir untuk meningkatkan kepatuhan dalam rangka untuk menjamin kesinambungan pembangunan yang berkelanjutan,” jelas Darussalam.
Ketentuan Prosedural Administratif
Kemudian, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun menjelaskan butuh adanya ketentuan prosedural administratif dalam membuka ketentuan akses informasi keuangan nasabah. Ia menilai adanya kemungkinan UU Akses Informasi Keuangan dapat menimbulkan pelanggaran terhadap hak fundamental warga negara, misalnya penyalahgunaan informasi perbankan pribadi. Untuk itulah, Dirjen Pajak harus melaksanakan prosedural adminitratif.
“Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selain menjalankan atau meningkatkan diri pada ketentuan-ketentuan prosedural administratif, Dirjen Pajak tetap perlu memperhatikan jaminan dan perlindungan hak privasi warga negara yang terkait dengan informasi pribadi. Selain itu, akses hanya dikaitkan dengan kepentingan perpajakan, tidak untuk kepentingan yang lain,” urai Refly.
Hal lain, Refly menerangkan mengenai landasan pembentukan peraturan perundang-undangan terdiri dari landasan filosofi, landasan sosiologis, dan landasan yuridis. Landasan filosofis dan sosiologis pembentukan peraturan perundang-undangan dapat dilatarbelakangi bersumber dari mana saja, termasuk dari perjanjian internasional.
“Ketika pemerintah Indonesia akan mengikatkan diri secara sukarela dalam suatu perjanjian internasional, pemerintah telah harus sudah secara cermat mempertimbangkan faktor untung ruginya bagi kepentingan nasional. Oleh karenanya, ketika pemerintah Indonesia memutuskan mengikatkan diri dalam suatu perjanjian internasional, karena ditimbang bahwa perjanjian internasional tersebut sangat penting dan bermanfaat bagi kepentingan nasional,” tandas Refly.
Hasil gambar untuk pengujian UU Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan
Sebagaimana diketahui, E. Fernando M. Manullang selaku Pemohon Perkara Nomor 102/PUU-XV/2017, mendalilkan dengan berlakunya UU Akses Informasi Keuangan, maka potensi kerugian yang dapat dipastikan adalah lembaga perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan lainnya secara sengaja maupun tidak sengaja dan/atau secara langsung dan/atau tidak langsung melepas tanggung jawab untuk menjaga rahasia nasabah setiap Warga Negara Indonesia (WNI). Termasuk dalam hal ini yang terdapat di setiap lembaga perbankan dan/atau lembaga jasa keuangan lainnya yang beroperasi di bawah yurisdiksi hukum Republik Indonesia, dengan dalih melaksanakan ketentuan UU yang secara substansial tidak sesuai dengan Automatic Exchange of Financial Information (AEOI). Untuk itu, Pemohon meminta keberlakuan UU Akses Informasi Keuangan dibatalkan.
(NTA/LA/IN) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi