JAKARTA ,05 Pebruari 2018 16:39:13 – Banyak yang mengatakan, maraknya kasus korupsi yang menjerat para kepala daerah, adalah salah satu bukti sahih, pemilihan kepala daerah belum bisa melahirkan pemimpin yang negarawan. Pemimpin yang bekerja semata demi rakyat. Bukan elit pencari laba. Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo tidak menampik itu.
“Ini tanda atau cermin bahwa hasil Pilkada belum mampu menghasilkan semua pemimpin daerah yang memiliki kualitas leadership negarawan,” kata Tjahjo di Jakarta, Senin.
Tjahjo menambahkan, “memang tidak semua kepala daerah hasil Pilkada itu culas. Tapi sayangnya, pemimpin hasil Pilkada dengan kualitas leadership seperti negarawan hanya beberapa orang saja,Kalau pun ada yang hanya beberapa orang saja,“ kata Tjahjo.
Sementara terkait maraknya perseteruan antara kepala daerah dan wakilnya, Tjahjo mengatakan, wakil kepala daerah dari unsur atau dengan latar belakang politisi dalam sistem pemerintahan daerah memang memiliki potensi konflik. Karena pada akhirnya masing-masing akan melihat apakah punya peluang masih tetap berpasangan, atau bercerai di Pilkada berikutnya. Faktanya, lebih banyak yang pecah kongsi, ketimbang melanjutkan ‘bulan madu’ politik tetap jadi satu pasangan yang solid.
“Dalam sejarah pemerintahan daerah Indonesia, memamg asal usulnya kabupaten atau kota di Indonesia dulunya adanya adalah bekas kerajaan. Budaya-budaya pemerintahan lokal Indonesia khususnya dalam sistem kerajaan hanya ada satu pemimpin utama atau hanya ada satu matahari,” tutur Tjahjo.
Sedikit banyak, kata dia, faktor sejarah dan budaya pemerintahan Indonesia mempengaruhi sistem pemerintahan daerah di Indonesia saat ini. Karena itu perlu kajian mendalam terhadap efektivitas posisi kepala daerah dan wakilnya. Sebab kejadian perseteruan kepala daerah dan wakilnya yang berulang pada akhirnya yang dirugikan adalah masyarakat. Dampaknya pembangunan daerah menjadi terhambat.
“Bahwa dalam rangka mempercepat konsolidasi demokrasi Indonesia, maka kita perlu membangun sistem pemerintahan daerah yang kuat dan sistem yang mampu memaksa semua pihak yang terlibat dalam sistem pemerintahan mengeluarkan energi positifnya membangun daerah,” katanya.
KaDa Terjerat Korupsi, Bukan Kesalahan Sistem
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yakin Gubernur Jambi, Zumi Zola yang sekarang sudah jadi tersangka dalam kasus gratifikasi, akan kooperatif. Hanya saja ia menyayangkan, kenapa kepala daerah masih terjerat kasus korupsi. Sebab ia yakin, kepala daerah sudah paham mana saja area rawan korupsi. Jadi lebih ke mentalitas pribadi. Bukan salah sistem.
“Sistemnya sudah betul. Mereka sudah paham semua, area rawan korupsi sudah paham,” kata Tjahjo di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam), di Jakarta.
Menurut Tjahjo, kepala daerah sudah diberi tahu, bahkan ikut dipelatihan kepemimpinan. Selain itu, mulai dari Presiden Jokowi, Menkopolhukkam hingga dirinya tidak bosan mengingatkan agar para kepala daerah dan wakilnya hati-hati dan mesti paham area rawan korupsi. Kalau kemudian masih terjadi, itu dikembalikan pada individunya masing-masing.
“Mulai dari perencanaan anggaran, ya jual beli jabatan, bolak balik Pak Presiden, Pak Menko (Menkopolhukam) sampai saya, sudah ngomong semua. Kalau sampai terjadi, masa yang disalahkan sistemnya. Kan enggak. Semua sudah rapi,” kata Tjahjo.
Tjahjo juga menyoroti soal maraknya perseteruan antara kepala daerah dan wakilnya. Masalah ini tadi dibahas dalam rapat. Pihaknya memang mencermati, di beberapa daerah terjadi perseteruan antara kepala daerah dan wakilnya yang tentu ini sangat menganggu jalannya roda pemerintahan dan pembangunan di daerah.
“Kami mencermati ada beberapa daerah yang hubungan kepala daerah dengan wakilnya tidak sinkron. Dalam konteks begitu jadi kepala daerah atau Plt, sejauh mana aturan itu dia boleh mengganti pejabat dibawahnya. Sepanjang dia berhalangan tetap, ada izin Mendagri dengan pertimbangan yang bisa kita terima. Itu saja intinya,” kata Tjahjo.
Namun kata dia, kalau urusan hukumnya, pihaknya tidak akan ikut campur. Itu bukan kewenangan pemerintah, tapi penegak hukum. ” Kita hanya sampaikan ini lho area rawan korupsi, hati-hati. Bisa kena ke menteri, bisa. Makanya kita saling mengingatkan,” katanya.
Kementerian yang dipimpinnya, lanjut Tjahjo, tidak mungkin mengawasi kepala daerah selama 24 jam penuh. Yang mengawasi, kepala daerah bersangkutan. Kembali ke individu kepala daerah masing-masing. Memang, ada wakil pemerintah pusat di daerah, yakni gubernur. Tapi gubernur juga tidak mungkin mengawasi bupati dan walikota selama 24 jam.
“Jadi kembali ke diri masing-masing,” katanya.
(Irfan)MHI
Sumber :Puspen Kemendagri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar