HTML

HTML

Minggu, 01 Oktober 2017

Penjelasan Pemerintah di MK Terkait Uji Materi UU Pemilu

JAKARTA ,25 September 2017 13:31:30 – Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mewakili Presiden RI Joko Widodo membacakan penjelasan pemerintah terhadap uji materi UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Adapun 12 poin keterangannya adalah sebagai berikut.
1. Bahwa Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu pilar demokrasi sebagai wahana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Sehingga diharapkan menjadi pemerintahan yang mendapat legitimasi yang kuat dan amanah. Untuk mewujudkan cita tersebut diperlukan upaya dan seluruh komponen bangsa untuk menjaga kualitas Pemilu. Pemilu sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum harus dilaksanakan secara efektif dan efisien.
2. Bahwa Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan lulus verifikasi oleh KPU sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 173 ayat (1) UU aquo, hal ini bermakna bahwa partai-partai yang mengikuti Pemilu adalah partai yang telah memiliki kualifikasi dan kompetensi berdasarkan persyaratan tertentu yang digunakan sebagai tolak ukur kepercayaan rakyat terhadap partai-partai tersebut. Hal ini menjadi sangat penting dalam rangka meningkatkan mutu, eflsiensi dan efektifltas penyelenggaraan Pemilu.
3. Secara prinsip selumh Partai yang mengukuti Pemilu mutlak dilakukan verifikasi, baik terhadap partai lama maupun partai yang baru, namun bentuk verifikasinya yang berbeda. Perbedaan tersebut bukanlah sebagai bentuk periakuan yang tidak adil terhadap partai peserta pemilu namun lebih pada percepatan proses, efisiensi dan efektifitas proses verifikasi.
4. Saat ini terdapat 73 parpol yang mempunyai badan hukum. dimana pada Pemilihan Umum tahun 2014 terdapat 61 parpol yang dinyatakan tak lulus verifikasi dan saat lnl ingin berpartisipasi pada Pemilu 2019. Terhadap parpol yang tidak lolos verifikasl tersebut maka wajib mendaftar dan diverifikasi kembali. Namun terhadap 12 parpol lainnya tidak perlu verifikasi kembali karena sudah dikategorikan telah Iolos dalam verifikasi sebelumnya yaitu Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura), Partai Bulan Bintang (PBB), serta Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPi).
5. Bahwa terhadap partai yang telah Iolos dalam verifikasi pada pemilihan umum tahun 2014, tentunya pemerintah tetap akan melakukan pendataan dan melakukan penelitian administratif untuk mencocokkan kebenaran dan keabsahan peserta parpol tersebut namun tidak perlu dilakukan diverifikasi ulang. Hal ini mengingat verifikasi ulang justru akan menghabiskan anggaran dan waktu pelaksanaan, karena alat ukur verifikasi sama dengan sebelumnya, hai inilah yang menjadi alasan utama tidak dilakukannya verifikasi terhadap partai yang telah mengikuti sebelumnya yaitu dalam rangka efisiensi anggaran dan efektifitas waktu yang digunakan dalam proses verifikasi peserta pemilu Tahun 2019.
6. Bahwa pengaturan mengenai keterwakilan perempuan dalam UU a quo telah sejalan pula dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22-24/PUU-VI/2008 bagian Pendapat Mahkamah angka [3.15.1] yang antara lain menyatakan “bahwa sepanjang ambang batas kuota 30 persen dan keharusan satu perempuan dari setiap tiga calon anggota Iegislatif bagi perempuan dan Iaki-Iaki dinilai cukup memadai sebagai langkah awal untuk memberi peluang kepada perempuan di satu pihak, sementara di pihak Iain, menawarkan kepada publik/pemilih untuk menilai sekaligus menguji akseptabilitas perempuan memasuki ranah politik yang bukan semata-mata karena statusnya sebagai perempuan, tetapi juga dari sisi kapasitas clan kapabilitasnya sebagai legislator, serta tempatnya menurut kultur Indonesia. Pemberian kuota 30 persen dan keharusan satu calon perempuan dari setiap tiga calon merupakan diskriminasi positif dalam rangka menyeimbangkan antara keterwakilan perempuan dan laki-Iaki untuk menjadi legislator di Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Pemberian kuota 30 persen bagi perempuan dltegaskan oleh Pasal 55 ayat (2) UU 10/2008 agar jaminan yang memberi peluang keterpillhan perempuan lebih besar dalam pemilihan umum.
7. Terkait ketentuan Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 menyatakan bahwa Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partal Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, pada pemilu sebelumnya. Hal tersebut merupakan suatu cermin adanya dukungan awal yang kuat dari DPR, di mana DPR merupakan simbol keterwakllan rakyat terhadap pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai politik.
8. Pemerintah berpendapat bahwa Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2011 mencerminkan bahwa calon Presiden dan Wakil Presiden telah mewujudkan manifestasi kedaulatan rakyat sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945 yang menjadi sumber dari segala sumber hukum. Di samping itu, pasal tersebut merupakan norma hukum yang tidak diskriminatif dan tidak bertentangan dengan hak-hak konstituslonal.
9. Selanjutnya merujuk kepada putusan Mahkamah Konstitusi terdahulu yaitu perkara Nomor 14/PUU-Xl/2013 pada angka 3 (tiga) Pertimbangan Hukum paragraf [3.18] tentang berbagai threshold, apakah “political parties threshold’, “local leader threshold”, dan “electoral threshold”, yang benang merahnya adalah bahwa apabila hal tersebut merupakan pendelegasian oleh UUD 1945 untuk diatur dengan atau dalam undang-undang sepanjang tidak diskriminatif, maka menurut Pemerintah “legal policy ‘ threshold” yang demikian tidaklah bertentangan dengan UUD 1945.
10. Lebih lanjut Pemerintah sampaikan, bahwa pencabutan Pasal 57 den 60 ayat (1), ayat (2) serta ayat (4) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh dlmaksudkan agar tidak terjadi dualisme dalam pengaturan berkenaan dengan kelembagaan penyelenggaraan pemilihan umum di Aceh, sebagai konsekuensi logis pembaharuan hukum berkenaan pelaksanaan pemilihan umum secara serentak, yang mana harus diakui tentunya akan berdampak terhadap peraturan perundangundangan berkenaan pemilihan umum yang telah ada sebelum berlakunya UU a quo, termasuk UU Pemerintahan Aceh khusus pengaturan terkait kelembagaan penyelenggara pemilihan umum.
11. Pemerintah sampaikan bahwa pengaturan dalam pasal-pasal a quo tidak sama sekall bermaksud untuk menegasikan ataupun mengurangi keistimewaan Aceh namun sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan pemilihan umum serentak yang membutuhkan penguatan kelembagaan terhadap penyeleggara pemilihan umum, termasuk Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh dan Komisi Independen Pemilihan Kabupatean/Kota serta terhadap Panitia Pengawas Pemilihan Provinsi Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota.
12. Bahwa Pemerintah sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam ikut memberikan sumbangan dan partisipasi pemikiran dalam membangun pemahaman tentang ketatanegaraan. Pemikiran-pemikiran masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga bagi Pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Pemerintah berharap agar dialog antara masyarakat dan Pemerintah tetap terus terjaga dengan satu tujuan bersama untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara demi masa depan Indonesia yang Iebih baik dan mengembangkan dirinya dalam kepemerintahan dengan tujuan ikut berkontribusi positif mewujudkan cita-cita bangsa lndonesia sebagaimana dalam Alinea Keempat UUD 1945.
  (Irfan) MHI 
Sumber :Puspen Kemendagri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi