HTML

HTML

Kamis, 26 Oktober 2017

Pemerintah: Kuasa Hukum Harus Miliki Ilmu Perpajakan

JAKARTA ,24 Oktober 2017 | 18:56-Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU Perpajakan) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (16/10) siang. Agenda sidang ketiga Perkara Nomor 63/PUU-XV/2017 tersebut beragendakan mendengarkan keterangan Pemerintah yang diwakili oleh Yunirwansyah selaku Direktur Peraturan Perpajakan II Kementerian Keuangan.
Dalam keterangannya, Pemerintah berpendapat pengaturan terkait kuasa wajib pajak untuk memiliki kredibilitas keilmuan perpajakan berlaku bagi masyarakat yang ingin menjadi kuasa wajib pajak, baik konsultan maupun karyawan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kepentingan wajib pajak dengan benar.
“Dengan menjalankan kewenangan tersebut, berarti Kementerian Keuangan telah melaksanakan asas hukum pemerintahan yang baik, yakni memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak,” ujar Yunirwansyah kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Dikatakan Yunirwansyah, pengaturan persyaratan dalam ketentuan tersebut sama sekali tidak melanggar hak konstitusi Pemohon yang berprofesi sebagai advokat. Pengaturan persyaratan bagi kuasa wajib pajak dalam ketentuan a quo hanyalah persyaratan teknis yang dimaksudkan agar apabila wajib pajak dalam memenuhi kewajiban dalam melaksanakan haknya diwakili oleh pihak yang benar-benar kompeten di bidang perpajakan. Hal tersebut semata-mata agar wajib pajak tidak dirugikan. “Mengingat segala tindakan penerima kuasa akibat hukumnya menjadi tanggung jawab wajib pajak yang bersangkutan,” ungkap Yunirwamsyah.
Dengan demikian, menurut Pemerintah, dapat disimpulkan maksud dan tujuan pembuat undang-undang memberikan kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk mengatur lebih lanjut salah satu persyaratan untuk menjadi kuasa wajib pajak yang telah dimuat secara umum dalam Penjelasan Pasal 31 Undang-Undang Perpajakan.
“Sangat jelas bahwa pengaturan yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229 Tahun 2014 telah sejalan dengan Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Perpajakan dan dimasukkan sebagai wujud perlindungan kepada wajib pajak. Apabila tidak dipersyaratkan yang demikian, maka dikhawatirkan penerima kuasa sama sekali tidak memiliki keahlian di bidang perpajakan, sehingga pada akhirnya yang dirugikan adalah wajib pajak itu sendiri,” papar Yunirwansyah.
Selain itu, Pemerintah menilai ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/2014 sebagai penjabaran dari Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang Perpajakan memberi kesempatan yang sama kepada masyarakat untuk dapat menjadi konsultan pajak asalkan telah memenuhi persyaratan yang sudah ditetapkan. Tidak ada pembatasan bagi masyarakat untuk berprofesi sebagai konsultan pajak, tidak terkecuali pula Pemohon.
Sebagaimana diketahui, Petrus Bala Pattyona selaku Pemohon berprofesi sebagai advokat dan pengacara, kurator-pengurus, mediator, legal auditor dan kuasa hukum Pengadilan Pajak. Pemohon mengajukan pengujian Pasal 32 ayat (3a) UU Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU Perpajakan tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pasal 32 UU a quo berbunyi, “Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan peraturan Menteri Keuangan.”
Penjabaran dari Pasal 32 UU Perpajakan ditetapkan dengan keputusan Menteri Keuangan yang pada pokoknya diatur dalam peraturan Menteri Keuangan sebagai penjabaran Pasal 32 ayat (3a) UU Perpajakan berbunyi, “Untuk menjadi kuasa hukum, haruslah konsultan hukum.”
Pemohon beranggapan, ketentuan Pasal 32 ayat 3a UU a quo merugikan atau berpotensi merugikan hak konstitusi Pemohon yaitu atas hak pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk bekerja serta mendapat imbalan, hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Adanya ketentuan Pasal 32 ayat 3a UU Perpajakan menimbulkan potensi kerugian Pemohon akibat adanya kewenangan mutlak Menteri Keuangan untuk menentukan persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa.
Petrus melanjutkan, kerugian konstitusional Pemohon bahwa dengan penjabaran Pasal 32 ayat (3a) UU Perpajakan bahwa untuk mendampingi klien di kantor pelayanan pajak haruslah konsultan pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri. Kerugian konstitusional yang dialami Pemohon adalah Pemohon telah ditolak untuk mendampingi klien di Kantor Pajak Bantul. Atas penolakan tersebut, Pemohon mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri Bantul.
(NTA/LA) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No..527/Bth/2023, Pembantah Ajukan Dua Bukti, Turut Terbantah Klaim Autentik, Terbantah Lari Dari Konfirmasi

JAKARTA, MHI - Sidang pembuktian lanjutan kasus sengketa tanah Perkara Perdata Nomor. 527/Bth/2023 kembali di gelar Pengadilan Negeri 1A Jak...

Postingan Terkini


Pilihan Redaksi