HTML

HTML

Selasa, 24 Oktober 2017

Lukman Edy : Presidential Threshold Tidak Batasi Hak Warga Negara Untuk Mencalonkan Diri

Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy yang mewakili DPR, saat menyampaikan keterangannya terkait pengujian UU Pemilihan Umum, Kamis (5/10) di Ruang Sidang Pleno Gedung MK.
JAKARTA , 19  Oktober 2017 | 17:55-Aturan ambang batas dalam pencalonan presiden dan wakil presiden atau biasa dikenal dengan sebutan presidential threshold dinilai DPR tidak membatasi hak konstitusional warga negara untuk mencalonkan diri. Demikian diungkapkan Ketua Pansus RUU Pemilu Lukman Edy yang mewakili DPR, menyampaikan keterangan terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Kamis, (5/10). Sidang keempat untuk enam perkara tersebut (Perkara Nomor 44/PUU-XV/2017, 53/PUU-XV/2017, 59/PUU-XV/2017, 60/PUU-XV/2017, 61/PUU-XV/2017, dan 62/PUU-XV/2017) digelar Mahkamah Konstitusi (MK) di Ruang Sidang Pleno MK.
Lukman membantah adanya anggapan bahwa Pasal 222 UU Pemilu berakibat pada terhalanginya pemimpin partai (dalam hal ini Partai Islam Damai Aman/Partai Idaman) sebagai calon presiden. Menurutnya, dalil Pemohon hanya asumtif belaka karena pada hakikatnya, tidak ada batasan pengusulan calon presiden selama memenuhi syarat. Sedangkan adanya pengaturan calon presiden dan wakil presiden sesuai ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold), sejatinya dimaksudkan agar partai politik cukup berperan sebagai pengusul dan pengajuan calon presiden serta wakil presiden dilakukan pelaksanaannya oleh anggota dewan.
Anggota Fraksi PKB tersebut juga menekankan agar para Pemohon perlu mencermati proses dari perumusan UU a quo yang dinilainya sangat menekankan persamaan hak-hak partai politik pada dua hal, yakni menyamakan persyaratan peserta pemilu dan mewajibkan peserta Pemilu 2014 dengan persyaratan baru. “Maka berdasarkan hal tersebut, anggota baru dan lama (partai politik) disepakati menggunakan syarat yang sama dengan ketentuan yang telah ada pada aturan pelaksanaan pemilu terdahulu,” urai Lukman di hadapan sidang yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Selanjutnya, terkait pengujian aturan mengenai keistimewaan dan hak Pemerintahan Aceh, DPR berpandangan hal yang didalilkan para Pemohon merupakan asumsi. Pemohon perlu memahami pembentukan UU Pemerintahan Aceh yang sesungguhnya adalah tindak lanjut perbaikan penyelenggaraan pemilu mulai dari tingkat kota dan kewenangan dari lembaga penyelenggara pemilu demi terciptanya penegakan hukum. “Alasan inilah yang dimuat dalam pasal a quo,” terang Lukman.
Kemudian Lukman mengatakan bahwa pengaturan UU Pemerintahan Aceh telah tertinggal jauh, sedangkan hukum selalu berkembang dan tidak statis. Oleh karena itu, demi mencegah dualisme, maka DPR dan Pemerintah selaku pembentuk undang-undang merumuskan pasal a quo. “UU PA adalah konsensus besar, namun perubahan dilakukan melalui norma ini guna penyesuaian hukum dan terciptanya keadilan. Pembentuk UU termasuk UU a quo selalu mempertimbangan kekhususan di Aceh dengan menjaga KIP Aceh yang setara dengan KPU tingkat daerah seperti pada daerah lainnya,” jelas Lukman.
Verifikasi Bermanfaat
Selain itu, Lukman menjabarkan Pasal 173 ayat (1), ayat (2) huruf e, dan ayat (3) yang didalilkan para Pemohon telah bersikap diskriminatif hanya bersifat asumsi belaka karena tidak mengandung larangan terhadap partai politik dalam menjalankan perannya. “DPR berpendapat, pasal tersebut justru memberikan kesempatan partai politik sebagai peserta pemilu sepanjang sesuai ketentuan UU,” terang Lukman di hadapan Wakil MK Anwar Usman selaku pimpinan sidang.
Adapun terkait esensi keadilan yang dipersoalkan para Pemohon menyangkut ketentuan adanya tahapan verifikasi bagi partai politik peserta pemilu, Lukman menjelaskan bahwa pada sisi implementasi pasal a quo membawa implikasi bagi partai politik yang belum menjalani verifikasi (partai politik baru) harus melalui tahapan verifikasi dan dinyatakan lulus oleh Kemenkumham dan KPU. Sementara, partai politik yang telah melalui tahap verifikasi (partai politik lama) berkewajiban untuk memasukkan data terbaru dari partai politik tersebut ke aplikasi Sistem Informasi Partai Politik (Sipol).
Hasil gambar untuk Partai Bulan Bintang di Sidang MK.
Menurut Lukman, sebuah pasal lahir berlandaskan kemanfaatan dan aturan mengenai verifikasi dalam pasal yang diuji Pemohon memiliki manfaat besar. Verifikasi parpol dinilai mampu menghemat anggaran negara. “Pasal a quo telah mengandung kemanfaatan mengingat sebelum pembentukan UU Pemilu, DPR sudah mendapat rincian dana untuk verifikasi saja dibutuhkan dana hampir 600 miliar. Oleh karena itu, perlu dilakukan penghematan anggaran negara dengan adanya verifikasi tersebut dan jelaslah pasal ini memfasilitasi hal tersebut,” terangnya.
Tidak Rugi Lakukan Verifikasi
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Bulan Bintang Provinsi DKI Jakarta Madsanih mengajukan diri sebagai Pihak Terkait dari Perkara 53/PUU-XV/2017, 60/PUU-XV/2017, dan 61/PUU-XV/2017. Madsani mengungkapkan para Pemohon yang merupakan partai politik peserta pemilu tetap harus melalui proses verifikasi. Ia menyatakan ketentuan verifikasi tidak merugikan hak konstitusional Pemohon. “Jadi, tidak ada kerugian yang riil pada pasal a quoyang dialami para Pemohon. Dengan demikian, Pihak Terkait menilai pasal a quo yang didalilkan tersebut tidak bertentangan dengan UUD 1945,” tegasnya.
Menurut Pihak Terkait, pemilu merupakan bentuk dari implementasi kedaulatan yang berada di tangan rakyat dan dilaksanakan secara jurdil setiap lima tahun sekali. Untuk itu, UU Pemilu tersebut dibentuk untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang berintegritas. Adapun tujuan verifikasi dilakukan agar rakyat dapat melihat kualitas partai politik sehingga melalui proses tersebut akan menjaring partai politik musiman yang hanya hadir saat pemilu. Sehubungan dengan proses verifikasi, Madsani menambahkan bahwa partai politik baru pun harus lolos verifikasi dengan berwujud berbadan hukum pada Kemenkumham dan kemudian verifikasi melalui KPU bukan untuk menghambat, tetapi syarat umum bagi semua peserta pemilu. “Jaminan kepastian yang adil telah terkandung dalam pasal a quo. Jadi, ini bukan bentuk diskriminatif pada partai politik baru,” tandasnya.
(SP/LA) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No..527/Bth/2023, Pembantah Ajukan Dua Bukti, Turut Terbantah Klaim Autentik, Terbantah Lari Dari Konfirmasi

JAKARTA, MHI - Sidang pembuktian lanjutan kasus sengketa tanah Perkara Perdata Nomor. 527/Bth/2023 kembali di gelar Pengadilan Negeri 1A Jak...

Postingan Terkini


Pilihan Redaksi