HTML

HTML

Rabu, 30 Agustus 2017

Wacana Pemerintah Investasikan Dana Haji Untuk Infrastuktur Diuji Masyarakat KeMahkamah Konstitusi

JAKARTA ,24 Agustus 2017, 19:04-Wacana Pemerintah menginvestasikan dana haji untuk membangun infrastuktur menimbulkan kekhawatiran di masyarakat. Kekhawatiran tersebut terutama dirasakan para calon jamaah haji yang telah menyetorkan dana kepada Badan Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH), Muhammad Sholeh salah satunya. Ia menempuh jalur hukum dengan mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji (UU Pengelolaan Keuangan Haji) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Sidang perdana perkara dengan Nomor 51/PUU-XV/2017 tersebut digelar pada Rabu di Ruang Sidang Pleno MK.
Dalam pokok permohonannya, Sholeh mendalilkan hak konstitusionalnya terlanggar dengan berlakunya tiga pasal, yakni Pasal 24 huruf a, Pasal 46 ayat (2) dan Pasal 48 ayat (2) UU Pengelolaan Keuangan Haji.
Pasal 24 huruf a
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, BPKH berwenang: a. menempatkan dan menginvestasikan Keuangan Haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, dan nilai manfaat.
Pasal 46 ayat (2)
(2) Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditempatkan dan/atau diinvestasikan.”
Pasal 48 ayat (2)
(2) Penempatan dan/atau investasi Keuangan Haji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Pemohon mendaftar sebagai calon jamaah haji pada Kantor Kementerian Agama Sidoarjo Jawa Timur dengan menyetorkan dana sebesar Rp20 juta pada 13 Februari 2008 lalu. Akan tetapi, Pemohon tidak pernah dijelaskan jika uang yang disetorkan tersebut akan diinvestasikan. Menurut Pemohon, akan merugikan hak konstitusionalnya apabila uang Pemohon dipakai untuk investasi tanpa persetujuan. “Pemohon membayar setoran awal BPIH adalah uang muka untuk biaya penyelenggaraan ibadah haji. Bukan untuk investasi,” ujar Soleh di hadapan Panel Hakim yang dipimpin oleh Wakil Ketua MK Anwar Usman tersebut.
Oleh karena itu, Pemohon meminta agar Majelis Hakim membatalkan keberlakuan ketiga pasal tersebut.
Nasihat Hakim
Menanggapi permohonan, Panel Hakim yang juga terdiri dari Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams dan Aswanto memberikan saran perbaikan. Anwar Usman menyarankan agar Pemohon memperbaiki kedudukan hukumnya. Kemudian, ia meminta Pemohon mengolah dalil yang bermula dari kasus yang dialami menjadi kerugian hak konstitusional. “Permohonan ini lebih terlihat sebagai constitutional complaint dibanding pengujian undang-undang. Diubah argumentasinya,” ujar Anwar.
Pemohon diberi waktu selama 14 hari kerja untuk memperbaiki permohonannya. Sidang berikutnya mengagendakan perbaikan permohonan.
(LA/lul) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi