HTML

HTML

Kamis, 31 Agustus 2017

Partai Idaman Uji Aturan Presidential Threshold

rhoma_3
JAKARTA ,27 Agustus 2017-Partai Islam Damai Aman (Partai Idaman) yang dipimpin Rhoma Irama mengajukan uji materiiil Pasal 173 ayat (1) dan ayat (3) serta Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), Kamis . Pasal-pasal tersebut salah satunya mengatur tentang presidential threshold.
rhoma_2
Pasal 173 ayat (1) UU Pemilu menyatakan: 
“Partai Politik Peserta Pemilu merupakan Partai Politik yang telah ditetapkan/lulus verifikasi oleh KPU.”
Pasal 173 ayat (3) UU Pemilu menyatakan:
“Partai politik yang telah lulus verifikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu.”
Sedangkan Pasal 222 UU Pemilu berbunyi:
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.”
Diwakili Ramdansyah selaku kuasa hukum, Pemohon menilai Pasal 173 ayat (1) dan dan ayat (3) bersifat diskriminatif. Sebab, aturan tersebut memberikan perlakuan berbeda pada partai lama dan partai baru. Dengan kata lain, ketentuan itu berstandar ganda.
“Partai di pemilu 2014 langsung dapat ikut pemilu 2019. Adapun partai baru mesti mengikuti proses verifikasi faktual agar dapat ikut di pemilu 2019,” tegasnya dalam sidang yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman.
Di sisi lain, Pemohon juga menilai pasal tersebut melanggar asas hukum lex non distinglutur nos non distinguere debernus. Asas tersebut menyatakan hukum tidak membedakan dan kita tidak harus membedakan.  Pemohon berpendapat verifikasi partai politik harus dilakukan, baik pada partai lama maupun partai baru. “Hal tersebut bertujuan untuk mewujudkan keadilan dan sikap yang fair,” imbuhnya dalam sidang perkara Nomor 53/PUU-XV/2017
Terkait Pasal 222 UU Pemilu, Pemohon menyebut aturan presidential threshold yang mengharuskan calon presiden dan wakil presiden memiliki dukungan minimal 20% untuk kursi DPR atau 25% untuk suara nasional pada pemilu DPR sudah tidak relevan. “Ibarat ini adalah tiket bioskop yang sudah dirobek. Kemudian dipakai lagi untuk menonton film yang lain,” jelasnya.
Ketentuan tersebut juga dinilai merugikan hak konstitusional Partai Idaman. Sebab, Pemohon menjadi terhalang untuk mencalonkan Rhoma Irama menjadi Capres pada Pilpres 2019.
Nasihat Hakim
Gambar terkait
Menanggapi permohonan tersebut, Hakim Konstitusi Aswanto memandang bagian Kewenangan Mahkamah terlalu panjang. Ia menyarankan agar bagian tersebut dibuat ringkas dan tidak bertele-tele. “Misal, langsung saja menjelaskan tentang Kewenangan Mahkamah terkait pengujian undang-undang terhadap UUD 1945,” jelasnya.
Pada bagian posita, Aswanto meminta Pemohon untuk lebih mengelaborasinya agar kerugian konstitusional Pemohon lebih jelas terlihat. “Terkadang posita isinya beririsan dengan legal standing. Makanya elaborasi diperlukan sebagai pembeda dan penjelas,” imbuhnya.
Sementara, Hakim Konstitusi Manahan M.P. Sitompul memberikan masukan untuk petitum. Menurutnya, Pemohon cukup meminta Mahkamah untuk menyatakan pasal-pasal yang diujikan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Manahan juga meminta ada penekanan pada positaterkait Pasal 222 UU Pemilu, terutama penjelasan terkait Rhoma Irama yang hendak mencalonkan diri menjadi presiden pada Pilpres 2019. “Coba data-data terkait hal tersebut dilengkapi dan diuraikan lebih jelas,” tegasnya.
(ARS/lul) MHI 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar



Postingan Terupdate

Sidang Perkara No. 14/PUU-XXII/2024, Ahli : Sebagian Besar Notaris Berusia 70 Tahun Masih Kompeten Menjalankan Tugas

JAKARTA, MHI – Sidang permohonan uji materiil Pasal 8 ayat (1) huruf b dan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabata...

Postingan Terkini

Pilihan Redaksi