Ahli yang dihadirkan pihak Pemohon Dekan Fakultas Hukum (Unpar) Bandung, Tristam Pascal Moeliono saat menyampaikan keahliannya dipersidangan perkara uji materi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Kamis
JAKARTA ,17 Juli 2017-Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materiil Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terkait frasa “makar” untuk dua permohonan, yakni Nomor 7/PUU-XV/2017 dan Nomor 28/PUU-XIV/2017, Kamis. Agenda sidang kedua perkara tersebut adalah mendengarkan keterangan Pemerintah dan ahli yang dihadirkan Pemohon.
Direktur Litigasi Kementerian Hukum dan Ham (Kemenkumham) Ninik Hariwanti menyebut Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 108, dan Pasal 110 KUHP tidak bertentangan dengan kebebasan berpikir. Selain itu, pasal-pasal tersebut juga dinilai tidak bertentangan dengan kemerdekaan menyatakan pikiran. “Sebab, pasal yang diujikan bertujuan memberikan kepastian dan perlindungan di mata hukum. Pasal tersebut berlaku bagi seluruh masyarakat Indonesia, maupun warga negara asing,” jelasnya di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat.
Ninik menyebut pasal makar juga bertujuan memberikan perlindungan bagi negara. Hal tersebut menyangkut eksistensi negara agar terhindar dari ancaman dalam dan luar negeri. “Hal demikian juga telah diatur dalam dunia internasional melalui Konvensi Montevideo tahun 1933,” ujarnya.
Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah meminta MK menolak permohonan Pemohon atau setidaknya tak dapat diterima. Sebab, Pemerintah menilai Pemohon tidak memiliki legal standing.
Tak Mesti Makar
Sementara Ahli Pemohon untuk perkara Nomor 7 Tristam Pascal Moeliono mempersoalkan arti dari kata aanslag. Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (Unpar) Bandung menyebut kata tersebut memiliki makna luas dan tak mesti dimaknai sebagai makar. “Misal, dalam terjemahan Bahasa Inggris artinya violent attack. Jika diartikan ke bahasa Indonesia maknanya adalah serangan,” jelasnya.
Adapun dalam Bahasa Indonesia, aanslag diartikan dengan banyak arti, termasuk diartikan sebagai makar. Namun dirinya menganalisis aanslag dimaknai makar karena berpatokan dari terjemahan banyak praktisi hukum dalam menerjemahkan buku KUHP yang aslinya berbahasa Belanda. “Jadi aanslag dimaknai sebagai makar spiritnya sebagai perlindungan terhadap negara dari ancaman tertentu,” tegasnya.
Pemohon perkara No 28/PUU-XV/2017 adalah Hans Wilson Wader, Meki Elosak, Jemi Yermias Kapanai, dan Pastor John Jonga, serta Yayasan Satu Keadilan dan Gereja Kemah Injil di Papua. Mereka menguji Pasal 104, serta Pasal 106 hingga Pasal 110 KUHP. Menurutnya, ketentuan mengatur soal makar tersebut digunakan Pemerintah untuk mengkriminalisasi Pemohon serta telah merugikan hak konstitusional Pemohon selaku warga negara.
Adapun perkara No 7/PUU-XV/2017 diajukan oleh LSM Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Mereka menguji Pasal 87, Pasal 104, Pasal 106, Pasal 107, Pasal 139a, Pasal 139b, dan Pasal 140 KUHP. Mereka memandang tak ada kejelasan definisi kata aanslag yang diartikan sebagai makar. Padahal makar berasal dari kata Bahasa arab, sementara aanslaglebih tepat diartikan sebagai serangan. Hal ini menurut mereka mengaburkan makna dasar dari kata aanslag.
(ARS/lul) MHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar