JAKARTA ,07 Jun 2017-Dengan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasai 9 PeraturanPemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan, pada 31 Mei 2017, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan.
Dalam PMK itu disebutkan, Direktur Jenderal Pajak berwenang mendapatkan akses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari Lembaga Jasa Keuangan (LJK),LJK lainnya, dan/atau Entitas Lain.
“Akses informasi keuangan sebagaimana dimaksud meliputi: a. penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis; dan b. pemberian informasi dan / atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan, untuk pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan pelaksanaan Perjanjian Internasional,” bunyi Pasal 2 ayat (2a,b) PMK itu.
Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud dilakukan dalam rangka Pertukaran Informasi Secara Otomatis antara pejabat di Indonesia yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi dan pejabat di Yurisdiksi Partisipan dan / atau Yurisdiksi Tujuan Pelaporan yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi.
Sedangkan pemberian informasi dan/ atau bukti atau keterangan berdasarkan permintaan dilakukan dalam rangka Pertukaran Informasi berdasarkan permintaan antara pejabat di Indonesia yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi dan pejabat di Yurisdiksi Asing yang terikat dengan Indonesia dalam Perjanjian Internasional yang berwenang untuk melaksanakan Pertukaran Informasi.
Penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis, menurut PMK ini, wajib dilakukan oleh kantor pusat atau suatu unit pada lembaga keuangan pelapor yang bertanggung jawab untuk penyampaian informasi keuangan dimaksud.
“Lembaga keuangan pelapor sebagaimana dimaksud merupakan: a. LJK; b.LJK Lainnya; dan c. Entitas Lain, yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai Lembaga Kustodian, Lembaga Simpanan, Perusahaan Asuransi Tertentu, dan / atau Entitas Investasi,” bunyi Pasal 4 ayat (2) PMK ini.
Untuk itu, menurut PMK ini, Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud wajib mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak: a. secara langsung; b. secara elektronik melalui sistem administrasi yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak; atau c. melalui pos, perusahaan J asa ekspedisi, atau perusahaan j asa kurir, dengan bukti pengiriman surat.
Rekening Yang Wajib Dilaporkan
PMK ini menegaskan, lembaga keuangan sebagaimana dimaksud wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada: a. Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan bagi LJK, dan b. Direktorat Jenderal Pajak, bagi LJK Lainnya atau Entitas Lain.
Laporan informasi keuangan yang wajib disampaikan oleh LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain, menurut PMK ini, paling sedikit memuat: a. identitas Pemegang Rekening Keuangan; b. nomor Rekening Keuangan; c. identitas LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain; d. saldo atau nilai Rekening Keuangan; dan e. penghasilan yang terkait dengan Rekening Keuangan.
Rekening Keuangan sebagaimana dimaksud merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki oleh: a. orang pribadi warga negara Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia; b. orang pribadi warga negara asing yang bertempat tinggal di Indonesia, selain yang telah disampaikan dalam rangka penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan dalam rangka pelaksanaanperjanjian internasional; atau c. entitas yang berkedudukan di Indonesia.
“Saldo atau nilai Rekening Keuangan yang disampaikan sebagaimana dimaksud berlaku ketentuan sebagai berikut: a. untuk LJK pada sektor perbankan merupakan: 1) Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi, saldo atau nilai dari satu Rekening Keuangan atau lebih dengan jumlah paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara; atau 2) Rekening Keuangan yang dimiliki entitas, tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan,” bunyi Pasal 19 ayat (4) PMK tersebut.
Untuk LJK pada sektor perasuransian, menurut PMK ini, merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan, namun terbatas untuk polis asuransi dengan nilai pertanggungan paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
Adapun untuk Entitas Lain pada sektor perkoperasian merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan nilai saldo paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) atau dengan mata uang asing yang nilainya setara.
Untuk LJK pada sektor pasar modal serta Entitas Lain pada sektor perdagangan berjangka komoditi, menurut PMK ini, merupakan Rekening Keuangan yang dimiliki orang pribadi atau entitas dengan tidak terdapat batasan saldo atau nilai Rekening Keuangan.
PMK ini menegaskan, dalam hal tidak terdapat Rekening Keuangan yang wajib dilaporkan dalam satutahun kalender, LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain tetap wajib menyampaikan laporan nihil.
Kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dilakukan dalam bentuk dokumen elektronik yang disampaikan dengan: a. mekanisme elektronik yang dilakukan secara online; atau b. mekanisme nonelektronik yang dilakukan secara langsung.
Laporan sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, disampaikan: a. untuk pertama kali pacla tahun 2018 , yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember 2017; danb. untuk setelah tahun 2018, yang berisi informasi keuangan yang tercatat sampai dengan tanggal 31 Desember tahun sebelumnya.
PMK ini juga menegaskan, bahwa pimpinan LJK, LJK Lainnya, dan/atau Entitas Lain bertanggung jawab atas pemenuhan penyampaian laporan yang berisi informasi keuangan secara otomatis sebagaimana dimaksud.
Selain menerima laporan yang berisi informasi keuangan sebagaimana dimaksud, menurut PMK ini, Direktur Jenderal Pajak dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan berwenang untuk meminta informasi dan/ atau bukti atau keterangan dari LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain, baik kantor pusat, kantor cabang, maupun unit yang mengelola informasi dan/ atau bukti atau keterangan dimaksud, melalui surat permintaan.
“LJK, LJK Lainnya, dan/ atau Entitas Lain wajib memberikan informasi dan/ atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud kepada Direktur Jenderal Pajak,” bunyi Pasal 25 ayat (2) PMK ini.
Informasi keuangan yang tercantum dalam laporan sebagaimana dimaksud digunakan sebagai basis data perpajakan Direktorat Jenderal Pajak, yang wajib dijaga kerahasiaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan Perj anjian In ternasional.
Karena itu, menurut PMK ini, setiap pejabat, baik petugas pajak maupun pihak yang melakukan tugas di bidang perpajakan, dan tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan, dilarangmembocorkan, menyebarluaskan, dan/ atau memberitahukan informasi keuangan dan/ atau informasi dan/ atau bukti atau keterangan sebagaimana dimaksud kepada pihak yang tidak berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
“Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 36 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 70/PMK.03/2017, yang telah diundangkan oleh Dirjen Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 2 Juni 2017 itu.
(ES) MHI
Sumber:(JDIH Kemenkeu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar